"Usai masa reses berakhir dan dewan kembali bersidang pada 21 November 2017, DPR RI bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Langkah tersebut didorong maraknya berbagai tindak kekerasan seksual terhadap perempuan akhir-akhir ini, terbaru kasus Baiq Nuril yang merupakan eks tenaga honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Bambang mengatakan, setelah mendapat banyak masukan dari berbagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panita Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual DPR RI akan memformulasikannya ke dalam berbagai pasal-pasal.
"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya akan mengatur hukum terhadap pelakunya, namun juga akan memberikan perlindungan kepada korban. Terutama juga memfokuskan kepada tindakan pencegahan atau preventif," ujarnya.
Dia menjelaskan, berbagai pihak sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, dan para pakar hukum pidana.
Pelibatan organisasi keagamaan itu menurut Bambang, dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama sehingga akan memperkuat semangat dalam implementasinya di lapangan.
Bambang mengatakan apabila ada anggapan DPR RI tidak serius menyelesaikan RUU ini karena sebagian besar anggota dewan adalah pria, itu adalah salah besar karena kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan saja, kaum pria dengan maskulinitasnya juga rentan terhadap kekerasan seksual.
"Disahkannya RUU tersebut akan menjadi salah satu jalan keluar agar tindak kekerasan seksual bisa diproses tuntas secara hukum. Sekaligus menjadi pegangan bagi para penegak hukum agar bisa memberikan keadilan," katanya.
Baca juga: Bamsoet desak DPR-Pemerintah selesaikan RUU PKS
Selain itu Bambang mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa Baiq Nuril karena melaporkan tindakan kekerasan seksual yang diterimanya namun justru dikriminalisasi dengan vonis penjara enam bulan dan denda Rp500 juta.
Padahal menurut dia, saksi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan Baiq Nuril tidak melanggar UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Dalam menjatuhkan vonis, hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tidak cermat lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan," katanya.
Bambang menilai apa yang terjadi terhadap Baiq Nuril harus dituntaskan secepatnya, karena ini bukan hanya menyangkut pribadi beliau, melainkan juga menjadi pembelaan terhadap harkat, derajat, dan martabat kaum perempuan pada umumnya.
Baca juga: Anggota DPR minta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan
Baca juga: Pemerintah-DPD-DPR sepakat percepat RUU PKS
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018