"Cukup efektif untuk meningkatkan rasa kenyang lebih cepat. Tetapi ini bukan jenis diet namun tindakan operasi," ujar ahli nutrisi dari Asosiasi Nutrisi Indonesua, Dr. Saptawati Bardosono saat dihubungi, Jumat.
Seperti dilansir Mayo Clinic, tindakan yang bisa disebut operasi bypass lambung itu dilakukan juga untuk mengurangi risiko potensi masalah kesehatan terkait berat badan yang mengancam jiwa, termasuk penyakit refluks gastroesofagus, penyakit jantung dan apnea parah.
Operasi ini biasanya dilakukan hanya setelah seseorang mencoba menurunkan berat badan dengan memperbaiki pola makan dan olahraga.
Secara umum, bypass lambung menjadi pilihan bagi mereka yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 40 atau lebih dari itu, sehingga bukan untuk semua orang yang kelebihan berat badan.
Sebelumnya, seseorang harus memenuhi syarat untuk operasi penurunan berat badan, bersedia melakukan perubahan permanen untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat dan mau ikut merencanakan tindak lanjut jangka panjang yang mencakup pemantauan nutrisi, gaya hidup dan kondisi medis.
Bypass lambung membuat perubahan pada sistem pencernaan dengan membatasi berapa banyak yang bisa seseorang makan atau dengan mengurangi penyerapan nutrisi, atau keduanya.
Seperti halnya operasi besar lainnya, bypass lambung berpotensi menimbulkan risiko kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yakni pendarahan, infeksi, darah menggumpal, masalah paru-paru atau pernapasan, kebocoran di sistem pencernaan hingga kematian.
Risiko jangka panjang dan komplikasi dari operasi bervariasi tergantung pada jenis operasi, namun ada kemungkinan terjadi sumbatan usus, diare, muntah, muncul batu empedu, hernia, hipoglikemia, malnutrisi dan kematian--walau kasusnya jarang terjadi.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019