Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan berkomitmen untuk terus mengembangkan kondisi kondusif untuk penghapusan kekerasan dan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan serta penegakan hak-hak asasi perempuan.Pada 2010, Komnas Perempuan mendokumentasi 159 kebijakan diskriminatif, sementara pada 2018 meningkat menjadi 421 yang tersebar di 34 Provinsi dan menyasar langsung maupun tidak langsung kepada perempuan.
"Kami terus berupaya mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia," kata Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu dalam konsultasi publik tahunan "Potret Perlindungan dan Pemenuhan HAM Perempuan di Indonesia Pasca 20 Tahun Reformasi", Jakarta, Kamis.
Dia berkomitmen untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan untuk mendorong kondisi kondusif tersebut di antaranya peningkatan kesadaran publik tentang kekerasan seksual dan perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan seksual, pengembangan sistem peradilan pidana terpadu dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan serta penghapusan kebijakan diskriminatif di Indonesia.
Dia menuturkan perlu disiapkan gerakan atau upaya-upaya dan rekomendasi strategis untuk kepentingan dan kesejahteraan perempuan yang akan disampaikan pada presiden dan wakil presiden Indonesia mendatang agar masuk dalam dasar pembangunan bangsa Indonesia ke depan.
Komnas Perempuan mengatakan kekerasan terhadap perempuan meningkat seiring dengan munculnya polarisasi politik, politisasi identitas, suburnya fundamentalisme dan radikalisme yang merapuhkan hak asasi manusia, yang diekspresikan secara terbuka dalam bentuk intoleransi, persekusi, penyesatan dan penodaan agama yang seluruhnya berdampak pada kekerasan terhadap perempuan.
Pada 2010, Komnas Perempuan mendokumentasi 159 kebijakan diskriminatif, sementara pada 2018 meningkat menjadi 421 yang tersebar di 34 Provinsi dan menyasar langsung maupun tidak langsung kepada perempuan.
Kebijakan diskriminatif itu antara lain pembatasan hak kemerdekaan berekspresi, pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum karena mengkriminalisasi perempuan, pembatasan hak untuk mengekspresikan hak kebebasan beragama dan keyakinan, lemahnya perlindungan pekerja migran.
Pengaduan yang diterima baik Komnas Perempuan maupun lembaga pendamping korban mengalami peningkatan sejumlah 348.446 kasus pada 2017, dari 259.150 kasus pada tahun sebelumnya.
Di antara jenis kekerasan itu, ada beberapa bentuk kekerasan yang belum dilindungi oleh negara dan sulit bagi korban untuk mengakses keadilan, antara lain: kekerasan di dunia maya, berbagai jenis kekerasan seksual, termasuk kompleksitas isu kekerasan dalam rumah tangga dan kriminalisasi korban, bahkan isu femisida yang belum dikenali.
Di tengah berbagai tantangan pasca 20 tahun reformasi, Azriana mengataman Komnas Perempuan juga mencatat adanya kemajuan yang berhasil diraih antara lain kebijakan kondusif khususnya kebijakan tentang layanan terhadap perempuan korban.
Pada 2018, ada enam pemerintah daerah yang telah mengeluarkan peraturan daerah untuk perlindungan perempuan dan anak antara lain di Kabupaten Cirebon, Pandeglang, Sikka, provinsi Sumatera Selatan dan DKI Jakarta yang mengeluarkan kebijakan tentang rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam menindaklanjuti rekomendasi Komnas Perempuan untuk membatalkan revisi Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan membuat langkah penguatan pelaksanaannya melalui peraturan pelaksana berdasarkan kajian bersama serta diterimanya usulan Komnas Perempuan dan organisasi pendamping untuk mendekatkan akses dukungan bantuan sosial bagi lanjut usia (lansia) perempuan korban kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, melalui skema program bantuan sosial bagi lansia miskin dan terlantar.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019