Irwandi (48), yang juga merupakan pemenang King Faisal International Prize 2018 itu ketika ditemui di Kuala Lumpur, Kamis menceritakan bahwa dirinya diberi tanggung jawab untuk merancang strategi menjadikan negara kaya minyak itu sebagai pemain industri halal terkemuka dunia.
Perkembangan industri halal dunia yang sangat pesat dan diperkirakan bernilai 3 triliun Dolar Amerika lebih ini, membuat Saudi Arabia kini ikut melirik industri tersebut.
Menurut Irwandi, dirinya sudah mulai didekati sejak menerima King Faisal Prize dari Raja Salman tahun lalu.
“Saat itu, Pemerintah Saudi Arabia meminta saya presentasi tentang industri halal global dan peranan apa yang bisa dilakukan oleh Saudi sebagai kiblat Islam sedunia,” ujar Irwandi.
“Namun yang intensif sejak beberapa bulan terakhir lewat telepon atau video conference” ujar profesor senior bidang Bioteknologi Pangan di International Islamic University Malaysia ini.
Menurut Irwandi, untuk memfasilitasi dirinya, Pemerintah Saudi bahkan mendirikan "Halal Centre” yang langsung berada di bawah lembaga Saudi Food and Drugs Authority (SFDA).
"Sebenarnya ide pendirian Halal Centre di Saudi ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Kami ngobrol-ngobrol dengan para saintis di sana dan petinggi SFDA. Mereka bahkan sempat berkunjung ke laboratorium saya di Malaysia,” kata Irwandi.
Meski menjadi penasehat untuk Pemerintah Saudi Arabia di bidang industri halal, Irwandi merasa beruntung karena dirinya tidak harus menetap di sana.
"Mereka bahkan setuju kalau saya tetap di Malaysia dan hanya ke Riyadh setiap beberapa bulan sekali. Dalam beberapa bulan sekali saya akan tinggal di sana beberapa waktu. Yang penting tugas dan tanggung jawab tetap bisa berjalan," ujarnya.
Irwandi memang tidak asing lagi dengan negara Saudi Arabia. Berkali-kali saintis berdarah Minang ini diundang ke negara itu.
Irwandi bahkan pernah mendapatkan dua dana penelitian berjumlah jutaan Riyal (milyaran Rupiah), terkait gelatin halal serta kajian kehalalan makanan anak-anak di Saudi.
Hasil penelitiannya yang sangat impresif dan bermanfaat, membuat Pemerintah Saudi berulangkali mengundangnya hadir di berbagai seminar dan konferensi di Saudi Arabia.
Kiprah ayah empat orang anak ini dilihat sebagai salah satu pionir dalam bidang halal science, yaitu cabang ilmu baru yang melihat halal dan haram dari kacamata Sains, bukan dari perspektif ilmu agama semata.
Irwandi kini sering diudang berbicara di berbagai forum internasional, seperti di Singapura, Korea, Jepang, Inggris, Jerman hingga AS.
Ilmuwan yang sudah melakukan 35 proyek riset bidang halal selama 20 tahun ini telah memublikasikan karyanya di lebih 200 publikasi jurnal internasional dan memiliki lima paten.
Irwandi juga sudah meraih 50 penghargaan ilmiah internasional, termasuk Asia Pacific Young Scientist Award 2010 by SCOPUS, Habibie Award bidang Kedokteran dan Bioteknologi 2013, disamping King Faisal Prize itu sendiri.
Sebuah Majalah terkemuka Tanah Air juga menobatkannya menjadi Tokoh Ikon Teknologi 2018.
Tahun lalu, berita Irwandi menerima King Faisal International Prize menjadi berita utama di kebanyakan media dalam dan luar negeri, karena namanya disejajarkan dengan nama-nama besar tokoh penerima sebelumnya, seperti Perdana Menteri Tun Mahathir (Malaysia) atau Presiden Erdogan (Turki). Irwandi yang sering dijuluki “Profesor Halal” merupakan orang Indonesia kedua yang menerima King Faisal Prize, setelah mantan Perdana Menteri Dr Mohammad Natsir, 40 tahun lalu.
King Faisal Prize sering dianggap sebagai Nobel Prize-nya Dunia Islam. (*)
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019