Pengacara mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Sofyan Basir menegaskan bahwa tidak ada niat jahat kliennya dalam surat dakwaan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.Senyatanya terdakwa Sofyan Basir tidak pernah mengetahui, terlebih lagi menerima hadiah atau janji dari siapapun terkait dengan proyek ini
"Di dalam surat dakwaan, Penuntut Umum tidak pernah menguraikan kesalahan-kesalahan yang bersifat kesengajaan atau niat jahat atau sikap batin jahat atau tercela (dolus malus atau mens rea) dari terdakwa Sofyan Basir sebagai motif tindak pidana yang diduga telah dilakukan dalam proyek IPP PLTU Mulut Tambang Riau-1," kata penasihat hukum Sofyan, Susilo Aribowo saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII dari Partai Golkar DPR Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited (BNR Ltd) Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mempercepat kesepakatan proyek "Independent Power Producer" (IPP) PLTU Mulut Tambang RIAU-1 dengan imbalan Rp4,75 miliar untuk Eni dan Idrus.
"Terlebih lagi surat dakwaan Penuntut Umum sama sekali tidak menguraikan perbuatan terdakwa sehingga dituduh telah memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johanes Kotjo dengan jajaran direksi PT PLN (Persero) sehingga dianggap memberikan kesempatan, sarana atau keterangan kepada Eni Maulani dan Idrus Marham guna mendapatkan sejumlah uang atau 'fee' sebagai imbalan dari Johanes Budisutrisno Kotjo," tambah Susilo.
Menurut pengacara, terdapat kerancuan atau kekaburan dalam menguraikan perbuatan pidana yang didakwakan kepada Sofyan Basir.
"Siapakah yang melakukan tindak pidana suap dalam proyek ini? Jika yang dimaksud melakukan tindak pidana suap adalah Eni Maulani, Johanes Kotjo dan Idrus Marham, hal itu adalah tidak tepat karena dalam perkara ini yang berwenang untuk melaksanakan proyek dimaksud adalah PT. PLN, bukan pada pihak-pihak tersebut. Sebaliknya, ketentuan dan perbuatan tindak pidana suap ditujukan kepada terdakwa Sofyan Basir, pertanyaannya apakah benar Sofyan Basir telah menerima hadiah atau janji tersebut?" ungkap pengacara.
Dalam surat dakwaan, Penuntut Umum tidak menguraikan secara jelas dan cermat apakah yang telah diterima oleh Sofyan Basir dan jika berupa janji, janji apakah yang diberikan kepada Sofyan Basir.
"Senyatanya terdakwa Sofyan Basir tidak pernah mengetahui, terlebih lagi menerima hadiah atau janji dari siapapun terkait dengan proyek ini," ungkap pengacara.
Jika hadiah atau janji telah diterima pelaku pidana lain, yaitu Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham, apakah bisa dipastikan bahwa Sofyan Basir mengetahui tentang hadiah atau janji tersebut?
"Dengan mencermati surat dakwaan, hal ini hanyalah didasarkan pada asumsi saja dari Penuntut Umum karena fakta yang disampaikan dalam surat dakwaan Sofyan Basir tidak pernah mendapatkan bagian 'fee' proyek. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdakwa Sofyan Basir secara nyata tidak mengetahui adanya pembagian 'fee' proyek tersebut. Artinya, jika memang terjadi tindak pidana suap itu diluar pengetahuan atau kesadaran dari terdakwa Sofyan Basir," jelas pengacara.
Jika Sofyan Basir dianggap memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan korupsi kepada pihak atau terdakwa atau pihak lain untuk melakukan suap, bagaimana mungkin terjadi, jika Sofyan Basir sendiri tidak mengetahui pembagian "fee" proyek tersebut?
"Para pihak yang akan mendapatkan 'fee' proyek merupakan kesepakatan Eni Maulani dengan Johanes Kotjo, tanpa melibatkan Sofyan Basir, sehingga sangatlah beralasan jika Sofyan Basir tidak mengetahui hal tersebut dan oleh karenanya terdakwa Sofyan Basir tidak tepat dinyatakan telah memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan korupsi, dalam hal ini tindak pidana suap," tegas pengacara.
Menurut pengacara, yang terjadi adalah "trading in influence" (dagang pengaruh) Eni Maulani dan Idrus Marham, sehingga belum dapat dinyatakan sebagai suap
Sedangkan bila Penuntut Umum telah menuduh Sofyan Basir dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan/suap, menurut pengacara juga sangat keliru.
"Karena proses mempercepat kesepakatan penanda-tanganan proyek PLTU Riau-1 tersebut sudah menjadi keharusan karena proyek ini merupakan proyek 'crash program' untuk kepentingan rakyat yang percepatannya tersebut dilakukan juga terhadap 9 proyek yang sama lainnya, bukan hanya pada proyek Riau-1. Percepatan yang dimaksudkan oleh terdakwa Sofyan Basir bukanlah percepatan untuk tindak pidana suapnya, namun percepatan agar pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan untuk kepentingan rakyat segera terealisasi," jelas pengacara.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019