Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menyatakan defisit neraca perdagangan dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan fungsi nilai tambah industri yaitu dengan meningkatkan produk ekspor olahan dan bukan sekadar barang mentah.Kinerja ekspor hanya dapat tumbuh agresif apabila terjadi lonjakan kapasitas produksi. Nah inilah pertanyaannya, bagaimana perdagangan Indonesia beralih dari komoditas jenis ekstraktif, bahan mentah, dan barang setengah jadi perkebunan.
"Kinerja ekspor hanya dapat tumbuh agresif apabila terjadi lonjakan kapasitas produksi. Nah inilah pertanyaannya, bagaimana perdagangan Indonesia beralih dari komoditas jenis ekstraktif, bahan mentah, dan barang setengah jadi perkebunan," kata Rachmi Hertanti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut Rachmi, membangun industri pengolahan untuk meningkatkan akselerasi perdagangan Indonesia membutuhkan keseriusan dari pemerintah, yaitu harus ada peta jalan yang konkret.
Apalagi, lanjutnya, dorongan untuk mendapatkan kinerja industri yang optimal hingga di atas 8 persen akan sulit didapatkan mengingat bahan baku yang diperlukan industri juga akan bersaing ketat dengan permintaan ekspor.
"Di sinilah perlunya sinkronisasi antara kebijakan perdagangan dan industri secara tepat. Sehingga membenahi neraca perdagangan tidak bisa jangka pendek saja," kata Direktur Eksekutif IGJ.
Baca juga: Peningkatan kompetensi industri atasi defisit neraca perdagangan
Untuk itu, ujar dia, Presiden Jokowi yang terpilih kembali dari Pemilu 2019 perlu menyusun strategi jitu untuk membenahi kinerja perdagangan Indonesia secara struktural.
Dengan kata lain, ia menyerukan perlu adanya komitmen kuat dalam membangun peta jalan perdagangan Indonesia yang dikeluarkan dalam waktu 100 hari kerja pertamanya.
Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah perlu melakukan diversifikasi di sektor non alam seperti otomotif dan teknologi guna mengatasi defisit transaksi neraca perdagangan nasional.
"Beberapa negara seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Vietnam sudah mulai melakukan diversifikasi non alam," kata Andry.
Menurut dia, langkah diversifikasi non alam tersebut akan memiliki nilai tambah lebih jika dibandingkan komoditas alam seperti crude palm oil (CPO) yang selama ini dilakukan oleh pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan salah satu tantangan ekonomi nasional saat ini adalah neraca perdagangan yang masih mengalami defisit.
Baca juga: Indef: diversifikasi non alam atasi defisit neraca perdagangan
"Walaupun neraca perdagangan defisit, optimisme investor masih tinggi," kata Darmin dan menambahkan, salah satu penyebab defisit neraca perdagangan tersebut adalah ketidakpastian global yang masih tinggi, terutama dari potensi perang dagang.
Selama beberapa tahun terakhir diketahui bahwa neraca perdagangan Indonesia sempat terus meningkat dari defisit atau minus 2,19 miliar dolar AS pada 2014 berubah menjadi surplus 7,67 miliar dolar pada 2015.
Kemudian, neraca perdagangan kembali meningkat menjadi 9,53 miliar dolar pada 2016 dan terus melesat menjadi 11,84 miliar dolar pada 2017. Namun selanjutnya pada tahun berikutnya atau 2018, neraca perdagangan ternyata kembali menjadi defisit atau minus 8,69 miliar dolar.
Baca juga: Usai G20, pemerintah tetap perlu kerja keras atasi defisit neraca
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019