"Masalah minyak kelapa sawit adalah elemen khusus dari hubungan antara Uni Eropa dan dua negara ASEAN tertentu (Indonesia, Malaysia). Jadi saya pikir, baik ASEAN maupun Uni Eropa, sepakat bahwa masalah itu tidak masuk sebagai topik diskusi tentang hubungan Uni Eropa-ASEAN. Itu pada dasarnya adalah posisi Uni Eropa yang menurut saya disetujui oleh negara-negara ASEAN," ujar Lucas Cibor di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut dia sampaikan saat diwawancarai di sela-sela acara Peluncuran Buku Biru ASEAN-Uni Eropa 2019 di Sekretariat ASEAN.
Terkait penyelesaian masalah sulitnya produk minyak sawit Indonesia dan Malaysia masuk ke pasar Uni Eropa, Lucas Cibor mengatakan bahwa Uni Eropa akan terus berupaya bersama Indonesia dan Malaysia untuk mendiskusikan dan merundingkan persoalan sawit hingga menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak.
"Posisi Uni Eropa tentang minyak kelapa sawit adalah bahwa ini pada dasarnya tentang memastikan keberlanjutan bahan bakar nabati. Kami hingga saat ini sebenarnya tidak memberlakukan larangan masuk pada minyak sawit atau bahan bakar nabati lainnya," ucap Lucas.
Dia menjelaskan bahwa Uni Eropa sedang mencari cara untuk merasionalisasi penerapan kebijakan terhadap minyak sawit yang dianggap sebagai bahan bakar nabati yang produksinya belum menunjang keberlanjutan.
"Kebijakan yang telah kami tawarkan sejauh ini pada dasarnya mensubsidi beberapa jenis bahan bakar nabati dan produksi bahan bakar nabati tertentu sebagai alternatif dari bahan bakar yang tidak berkelanjutan," kata dia.
Sehubungan dengan kemungkinan masalah sawit dapat berdampak pada hubungan ASEAN-Uni Eropa, Lucas berpendapat bahwa hal itu bisa saja terjadi bila Indonesia dan Malaysia membawa masalah bilateralnya dengan Uni Eropa ke ranah regional, yakni dalam hubungan antara ASEAN-Uni Eropa. Namun, dia menyayangkan bila hal itu benar-benar terjadi.
"Masalah sawit itu mungkin memang berdampak pada hubungan, negara mana pun dapat memilih untuk mengambil masalah bilateral dengan Uni Eropa dan memperluasnya ke dimensi regional," ujarnya.
"Tetapi kami percaya bahwa sikap seperti itu tidak membantu, dan kami pikir penting untuk memisahkan masalah bilateral antara negara-negara ASEAN tertentu dengan hubungan regional antara Uni Eropa dan ASEAN yang menurut kami memiliki banyak potensi untuk maju lebih jauh," lanjut Lucas Cibor.
Baca juga: Uni Eropa-ASEAN luncurkan "Blue Book 2019"
Baca juga: Indonesia angkat isu sawit dalam pertemuan ASEAN-UE
Baca juga: Indonesia kembali perjuangkan sawit pada Pertemuan ASEAN-Uni Eropa
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019