Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bersurat kepada Presiden untuk membentuk panitia pembayaran ganti rugi untuk memudahkan pelaksanaan kompensasi pemadaman listrik yang terjadi Minggu (4/8).Perlu untuk membentuk panitia pembayaran ganti rugi, baik secara massal maupun ganti rugi yang diajukan oleh pihak-pihak yang memang dirugikan dan bisa membuktikan kerugiannya
"Perlu untuk membentuk panitia pembayaran ganti rugi, baik secara massal maupun ganti rugi yang diajukan oleh pihak-pihak yang memang dirugikan dan bisa membuktikan kerugiannya," kata Ketua KKI, David Tobing di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis.
David menjelaskan, panitia ini untuk mengakomodasi agar kompensasi yang diberikan PLN dilaksanakan dengan sebaiknya, baik dari sisi besaran jumlahnya maupun pendistribusian.
Menurut dia, anggota dari panitia ini diisi oleh PLN, pengusaha, konsumen dan pemerintah yang menetapkan ganti rugi massal yang nilainya di atas nilai yang sekarang tertera di Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017.
"Kalau usulan kami diterima presiden agar dibentuk panitia pembayaran ganti rugi ini, dan menetapkan ganti rugi di atas angka yang sekarang, kemudian menerima pengaduan- pengaduan mungkin tidak perlu ada yang namanya gugatan karena tidak ada yang perlu digugat," ujarnya.
David mengatakan pihaknya telah melayangkan gugatan kepada Menteri BUMN dan Menteri ESDM agar mengganti direksi dan komisaris PLN.
Gugatan tersebut bukan hanya karena penyebab matinya listrik tidak tepat ditangani cepat, tapi kepada pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh direksi yang dinilai tidak profesional dan tidak patut diucapkan oleh manajemen perusahaan tersebut.
Pernyataan para pejabat PLN yang terkesan bercanda dan meremehkan hak-hak konsumen seperti meminta 'pelanggan untuk ikhlas atas pemadaman listrik' tersebut, 'meminta bantuan transformers untuk perbaikan', serta 'menyalahkan pohon' atas peristiwa pemadaman tersebut.
KKI juga merekomendasi PLN untuk berkonsultasi dengan Humas agar pihak yang memberikan keterangan tidak banyak sehingga tidak ada lagi kata-kata seperti agar masyarakat ikhlas, dan lainnya termasuk gaji pegawai dipotong tidak terulang lagi.
"Pernyataan yang konyol seperti ini supaya tidak terulang lagi agar masyarakat makin tenteram makin bisa menindaklanjuti kegiatannya tanpa harus diombang-ambing karena masyarakat berpendapat kata-kata ikhlas itu dapat dikatakan tidak ada ganti rugi," ucap David.
David menambahkan, KKI menerima sejumlah aduan dari masyarakat selaku konsumen yang dirugikan. Ada dua gugatan ikan koi mati satu gugatan Rp1,9 juta, dan satunya lagi Rp9,2 juta.
"Ini pelajaran pemadaman kemarin tidak hanya buat orang susah beraktivitas, hewan peliharaan juga bisa mati," kata David.
KKI bersama YLKI, LBH Jakarta dan Forum Warta Kota Jakarta (FAKTA) telah membuat posko pengaduan konsumen terkait kerugian dari pemadaman listrik yang dibuka sejak Selasa (6/8).
Masyarakat selaku konsumen dapat melapor secara langsung atau bersurat ke tiga lembaga tersebut.
Pengurus Harian YLKI Sularsi mengatakan hingga hari ini YLKI menerima enam aduan dari masyarakat. Selain aduan dari masyarakat Jakarta dan Pulau Jawa terkait kerugian yang dialaminya, juga pengaduan dari masyarakat luar Pulau Jawa seperti Papua.
Masyarakat tersebut melaporkan kalau di Papua sering terjadi pemadaman bergilir tetapi tidak pernah mendapat kompensasi, sedangkan di Jawa baru sekali padam langsung dapat kompensasi.
"Jadi ada timbul kecemburuan sosial. Hal ini perlu dijelaskan oleh PLN bagaimana membangun komunikasi kepada masyarakat konsumennya terkait tingkat mutu pelayanan akses mereka harus sama," imbuh Sularsi.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019