"Sebenarnya kalau kita mau mengoptimalkan potensi kurban agar dapat tergali dan terkelola, ada satu masalah bangsa yang bisa diselesaikan yaitu impor daging," ujar Direktur eksekutif IDEAS, Yusuf Wibisono di Jakarta, Jumat.
Yusuf menyebut sebagai pembanding, sepanjang tahun 2018, Indonesia mengimpor 207 ribu ton daging sapi senilai 708 juta dolar AS atau sekitar Rp10,1 triliun.
Untuk menyelesaikan permasalahan itu, Yusuf mengatakan seharusnya ada skema rekayasa sosial sehingga penyampaian daging kurban perkotaan bisa merambah ke pedesaan.
Baca juga: Jumlah Hewan Kurban Meningkat 10 Persen
Menurut penelitian yang tim peneliti IDEAS lakukan, potensi kurban terbesar umumnya datang dari daerah perkotaan dimana mayoritas kelas menengah muslim dengan daya beli tinggi berada.
Dari 132,3 juta muslim perkotaan, diperkirakan 40,6 juta jiwa di antaranya adalah kelas menengah-atas. Dari 10,5 juta keluarga muslim kota sejahtera itu, diperkirakan 2,9 juta di antaranya berkurban 2,06 juta ekor kambing atau domba dan 843 ribu ekor sapi. Jumlah ini kalau diproyeksikan dalam bentuk daging berpotensi menghasilkan 149 ribu ton daging.
Sedangkan dari 99,7 juta muslim pedesaan, diperkirakan hanya 9,0 juta jiwa yang merupakan kelas menengah-atas. Dari 2,3 juta keluarga muslim desa sejahtera itu, diperkirakan 634 ribu di antaranya berkurban 450 ribu kambing atau domba dan 184 ribu sapi atau kerbau. Jumlah ini kalau diproyeksikan dalam bentuk daging berpotensi menghasilkan 32 ribu ton daging.
Ketimpangan antara jumlah kurban di desa dengan kota menyebabkan banyak penerima kurban (mustahik) di pedesaan tidak terdistribusi secara merata. Sementara potensi mustahik terbesar secara umum ada di pedesaan, dimana kelas bawah muslim berdaya beli rendah (di bawah Rp500 ribu) berjumlah 24,9 juta jiwa. Sedangkan di perkotaan hanya 18,2 juta jiwa.
Kebutuhan mustahik di kota diperkirakan hanya sekitar 69 ribu ton sedangkan di desa, kebutuhannya mencapai 107 ribu ton. Itu artinya di kota potensi surplus 80 ribu ton daging sedangkan di desa potensi defisit 75 ribu ton daging.
Baca juga: Bulog berencana datangkan lagi 30.000 ton daging kerbau India
Karena itulah, program tebar hewan kurban keluar dari daerah asal pengkurban dipandang tepat dan positif sehingga distribusi kurban lebih signifikan untuk pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
Selain distribusi hewan kurban keluar daerah, Yusuf menilai ketahanan dari daging kurban juga mesti diperhatikan agar dapat dikonsumsi terus oleh mustahik bahkan hingga enam bulan.
"Jadi tantangan sebenarnya kepada lembaga-lembaga yang sudah mendistribusikan hewan kurban ini agar daging kurban bisa diproyeksikan hingga enam bulan berikutnya, misalnya dikornet dan sebagainya," ujar Yusuf.
Selain itu, perlu juga disosialisasikan kepada mustahik agar jangan sampai tergoda untuk menukar stok daging yang ia punya untuk pangan lain yang lebih murah atau bahkan untuk kebutuhan tersier seperti rokok.
"Jika manfaat dari potensi ekonomi kurban sebagian besar dinikmati oleh kelompok miskin, kurban tidak hanya menjadi pranata agama dan sosial, namun juga pranata ekonomi yang menyejahterakan," kata Yusuf.
Baca juga: Mentan pertimbangkan penawaran impor daging sapi dari Argentina
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019