Duniatex Group, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, memilih untuk memprioritaskan kelangsungan pekerjaan dari karyawannya yang jumlahnya mencapai 45.000 orang dalam menghadapi persoalan keuangan yang dihadapi salah satu anak usahanya.Sampai saat ini perusahaan dan produksi masih berjalan seperti biasa tidak mengalami gangguan
"Kami ingin meluruskan berita-berita terkait persoalan keuangan dihadapi Duniatex bahwasanya sampai saat ini perusahaan dan produksi masih berjalan seperti biasa tidak mengalami gangguan," kata Manajer Humas Duniatex Group, Donalia S. Erlina di Jakarta, Sabtu.
Donalia yang juga didampingi Fransiscus Alip konsultan keuangan dari AJ Capital Advisory menjelaskan bersama-sama pihak konsultan saat ini terus berupaya membenahi keuangan perusahaan agar mendapatkan solusi penyelesaian terbaik.
Alip pada kesempatan itu juga ingin meluruskan bahwasanya persoalan keuangan yang dihadapi Duniatex Group disebabkan keterlambatan pembayaran bunga dan utang pokok kredit anak usaha PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST) sebesar 13,4 juta dolar AS yang berasal dari sindikasi bank yang dipimpin HSBC dan BNP Paribas
"Kami ingin meluruskan pemberitaan di salah satu media yang menyebutkan kalau kesulitan keuangan itu disebabkan pembayaran obligasi jatuh tempo. Padahal persoalan keuangan yang dihadapi Duniatex Group lebih terkait soal kredit sindikasi dari anak usaha," ujar Alip.
Alip menjelaskan soal obligasi PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) senilai 300 juta dolar AS, dengan kupon pertama jatuh tempo September 2019 dipastikan akan dibayar.
"Uang senilai 12,9 juta dolar AS sudah tersedia di rekening penampungan bunga (interest reserve account) dan akan dibayarkan sesuai tanggal yang ditetapkan," ujar Alip.
Alip berpandangan keterlambatan pembayaran utang kredit sindikasi ini disebabkan adanya penurunan kinerja DDST imbas dari kondisi industri yang dinamis akibat efek tidak langsung dari perang dagang AS-China.
Bahkan saat ini, guna mengantisipasi kondisi pasar global dan menjaga tingkat profitabilitas, PT DDST telah melakukan sejumlah langkah efisiensi antara lain mengurangi kapasitas produksi, bahkan mengurangi waktu lembur karyawan.
“Namun, kami pastikan kondisi yang dihadapi oleh PT DDST, tidak berkorelasi dengan obligasi PT DMDT," ujar Alip.
Alip pada kesempatan itu belum menyampaikan langkah restrukturisasi keuangan apa yang bakal ditempuh untuk menghadapi persoalan tersebut, namun yang akan dilakukan segera mungkin adalah memeriksa kinerja 25 pabrik yang dimiliki perusahaan.
Langkah selanjutnya mengunjungi bank-bank pendukung Duniatex Group untuk menjelaskan duduk persoalannya.
"Kasih saya waktu untuk mengumpulkan persoalan yang dihadapi. Nanti kita ketemu lagi semoga sudah ada hal lain yang dapat disampaikan tekait persoalan keuangan perusahaan," ujar Alip.
Donalia menargetkan pada akhir Agustus/awal September 2019, sudah ada langkah-langkah yang konkrit dan terukur untuk menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga perusahaan nasional ini dapat terus berkembang.
Didirikan pada 1974, saat ini Duniatex Group telah menjadi salah satu perusahaan tekstil besar di Indonesia dan memiliki 25 pabrik yang bergerak dari hulu hingga hilir dengan produk yang dihasilkan berupa pemintalan benang, knitting, kain mentah, kain jadi, hingga printing.
Perusahaan ini beroperasi hampir di semua wilayah kabupaten Jawa Tengah serta banyak dari masyarakat yang menggantungkan terhadap kelangsungan dari perusahaan ini.
Produk tekstil Duniatex telah masuk ke pasar domestik bahkan mancanegara. Sementara jumlah tenaga kerja yang terserap di Duniatex Grup mencapai sekitar 45.000 karyawan yang sebagian besar berasal dari daerah sekitar pabrik di Jawa Tengah.
“Kami akan melakukan segala upaya agar perusahaan tekstil nasional ini dapat terus berkembang dan memberikan kesejahteraan bagi puluhan ribu masyarakat di Jawa Tengah, yang menggantungkan hidup di perusahaan kami. Kami mengharapkan dukungan dari semua pihak agar langkah-langkah penyelesaian yang kami lakukan dapat berjalan dengan baik,” kata Donalia.
Sebagai langkah awal, sebut Donalia, perusahaan menempuh upaya perbaikan pada arus kas terlebih dahulu kemudian dibarengi dengan mengurangi kapasitas produksi serta mengurangi biaya lembur (overtime) karyawan.
Baca juga: Kemenperin bidik industri tekstil surplus signifikan
Baca juga: Kerugian sedang dihitung, pengiriman tekstil terhambat aksi massa
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019