Asosiasi Migas Indonesia (Indonesian Petroleum Association/IPA) mengingatkan pentingnya untuk menyederhanakan aturan investasi karena saat ini baru sekitar 16 cekungan di berbagai kawasan Nusantara yang dimanfaatkan untuk eksplorasi migas.Investor migas sangat berharap penyelenggaraan perizinan untuk investasi di Indonesia dibuat lebih sederhana dan berada di bawah satu payung kelembagaan
Direktur IPA Nanang Abdul Manaf dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyebutkan dari 60 basin atau cekungan yang ada di Indonesia, saat ini baru sekitar 16 cekungan yang dimanfaatkan.
Nanang menjelaskan bahwa investor migas sangat berharap penyelenggaraan perizinan untuk investasi di Indonesia dibuat lebih sederhana dan berada di bawah satu payung kelembagaan.
Dengan demikian, lanjutnya, terjadi kolaborasi antar instansi yang terkait dan proses perizinan dapat berjalan lebih cepat.
Diakui oleh Nanang, saat ini masih ditemukan adanya kebijakan yang tumpang tindih antara instansi yang satu dengan yang lainnya, termasuk antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dengan kondisi tersebut, menurut dia, fokus investor mencari migas pun akan terganggu karena ada beban pengurusan perizinan yang bertambah.
Untuk itu, sudah selayaknya agar pemerintah memahami bahwa investor memiliki pilihan untuk menaruh investasinya di mana, apakah di Indonesia atau negara lainnya.
"Investor global bisa memilih akan berinvestasi di mana. Negara-negara lain juga menginginkan investasi itu. Sebagai investor, kita ingin berhadapan dengan aturan yang simpel, dan satu payung (lembaga) saja," katanya.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) optimistis investasi hulu migas di Tanah Air bakal meningkat, mengingat Kementerian ESDM juga secara resmi telah memulai proses lelang reguler Wilayah Kerja (WK) migas konvensional tahap tiga 2019.
Dwi Soetjipto mengemukakan, hingga 2027, setidaknya ada 42 proyek utama migas yang akan dilaksanakan dengan total investasi mencapai USD 43,3 miliar. Total produksi dari 42 proyek tersebut 1,1 juta BOE, mencakup minyak bumi sebesar 92,1 ribu barel oil dan gas sebesar 6,1 miliar kaki kubik per hari.
"Empat di antaranya merupakan proyek strategis nasional (PSN) hulu migas yang menjadi prioritas untuk meningkatkan produksi migas demi memenuhi konsumsi migas domestik yang semakin meningkat," ungkap mantan Dirut Pertamina tersebut.
Dwi lebih lanjut menjelaskan, sampai dengan 30 Juni 2019 ada sebanyak 13 persetujuan rencana pengembangan lapangan (POD) sudah disetujui dan memberikan potensi tambahan cadangan migas sebesar 132 juta setara barel minyak (MMboe). Jumlah tersebut secara akumulasi menghasilkan rasio penggantian cadangan (reserve replacement ratio/RRR) sebesar 23,85 persen dari target APBN 2019 sebesar 100 persen.
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Satuan kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher mengatakan untuk mendukung eksplorasi migas ke depan, pihaknya telah menentukan 10 wilayah prospektif.
Kesepuluh wilayah potensial antara lain, di Sumatera Utara (Mesozoic Play), Sumatera Tengah (Basin Center), Sumatera Selatan (Fractured Basement Play), Offshore Tarakan, NE Java-Makassar Strait, Kutai Offshore, Buton Offshore, Northern Papua (Plio-Pleistocene & Miocene Sandtone Play), Bird Body Papua (Jurassic Sandstone Play), dan Warim Papua.
Selain itu, SKK Migas saat ini sedang melakukan proses evaluasi hasil pengeboran sumur dan evaluasi skenario pengembangan lapangan 10 wilayah migas prospektif tersebut. Wisnu menambahkan, tahapan selanjutnya ditentukan dari hasil evaluasi tersebut.
Baca juga: IPA: Pemerintah harus terus eksplorasi migas atasi persoalan defisit
Baca juga: SKK Migas terus berupaya kembangkan eksplorasi guna tambah produksi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019