Pemanfaatan dan penyaluran bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel akan mulai terpantau melalui sistem teknologi informasi untuk memudahkan pelaksanaan verifikasi data informasi pemanfaatan biodiesel terutama program mandatori B20 yang akurat, transparan dan terukur.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Migas Muhammad Rizwi Hisjam dalam rilisnya di Jakarta, Sabtu, mengatakan hasil pemantauan ini akan dijadikan dasar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melakukan pembayaran selisih kurang antara Harga Indeks Pasar (HIP) Minyak Solar dengan HIP biodiesel.
Insentif pembiayaan atas selisih kurang antara HIP BBM solar dan HIP BBN biodiesel merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018, memberikan Insentif pembiayaan atas selisih kurang antara HIP BBM. Bahkan insentif tersebut diperluas tidak hanya untuk BBM solar subsidi (PSO) namun menjadi untuk semua BBM solar (subsidi dan non subsidi).
Sementara itu, hasil verifikasi pada tahun 2019 akan dilakukan oleh surveyor independen melalui penunjukan Ditjen Migas. "Pelaksanakan verifikasi on site maupun on desk tersebut, Ditjen Migas dapat dibantu oleh surveyor independen," kata Rizwi.
Dengan rampungnya pembangunan Sistem Teknologi Informasi Penyaluran Biodiesel ini, badan usaha diberikan waktu uji coba aplikasi selama 1 bulan. Selanjutnya pengajuan permohonan Pembiayaan oleh BPDPKS maupun verifikasi hanya diproses apabila pangajuan melalui aplikasi tersebut. "Sistem teknologi ini diharapkan dapat mendukung pelaksanaan B20," ungkap Rizwi.
Lebih lanjut, Rizwi mengharapkan agar BU Niaga BBN maupun BU BBM segera menyampaikan permintaan akses ke aplikasi sistem baru ini. "Mohon kerjasamanya agar pelaksanaan verifikasi secara online dapat terlaksana dengan baik. Kami selalu terbuka apabila terdapat masukan dan saran perbaikan pelaksanaan verifikasi maupun implementasi B20," kata Rizwi.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penyaluran Dana BPDPKS Edi Wibowo mengungkapkan sistem teknologi ini diharapkan dapat mempercepat waktu yang digunakan untuk melakukan verifikasi. Dengan demikian, jangka waktu pembayaran insentif juga menjadi lebih cepat dari semula sekitar 90 hari, berkurang menjadi 60 hari.
"Kita nanti akan mensinkronkan mulai dari DO (delivery order), data verifikasi di on desk dan di lapangan sehingga kita harapkan semua terintegrasi. Data bisa mudah (diketahui), mana (data) yang benar, mana yang tidak (benar), nanti kita verifikasi ke lapangan. Kemudian diisinkronkan dengan sistem ini. Jadi nanti Insya Allah mulai permohonan sampai ke pembayarannya bisa kurang dari 60 hari," papar Edi.
Dalam rangkaian peluncuran ini, dilakukan penandatanganan komitmen bersama implementasi sistem informasi biodiesel dan penyerahan buku manual sistem informasi biodiesel kepada perwakilan badan usaha.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat realisasi penyaluran biodiesel hingga akhir Juli 2019 mencapai 3,5 juta KL atau 56 persen dari alokasi sepanjang tahun ini yang mencapai 6,2 juta KL.
Baca juga: Pemerintah targetkan penghematan devisa dari B20 capai Rp42,05 triliun
Baca juga: Kementerian ESDM : B20 tingkatkan performa kendaraan
Baca juga: Biodiesel B-100 hemat devisa Rp26 triliun
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019