SCKD akan dihadiri 55 ilmuwan diaspora

10 Agustus 2019 15:51 WIB
SCKD akan dihadiri 55 ilmuwan diaspora
Ilustrasi - Acara temu masyarakat dihadiri sekitar 1.500 pengunjung terdiri dari masyarakat Indonesia, diaspora, pelajar yang tengah menuntut ilmu serta warga Inggris dimeriahkan parade tari anak-anak dengan busana berbagai daerah, tarian kelompok Bunga Nusantara Bristol serta penampilan grup Band Great Peters Boys.

Inilah yang kami sebut 'Membangun Indonesia dari Dunia'

Sebanyak 55 ilmuwan diaspora akan diundang pulang ke Tanah Air untuk mengikuti Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti di Jakarta, pada 18-24 Agustus 2019.

"Antusiasme masyarakat terhadap penyelenggaraan SCKD 2019 ini memang meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena momentum acara bertepatan dengan tahun pembangunan sumber daya manusia yang kini sedang diprioritaskan oleh pemerintah," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu.

Lebih dari 2.500 peserta pun mendaftar untuk bertemu dengan para anak bangsa yang telah sukses meniti karir sebagai akademisi di luar negeri tersebut.

Kemenristekdikti juga membuka peluang bagi perguruan tinggi negeri dan swasta, bahkan perguruan tinggi di bawah koordinasi kementerian lain, untuk ikut serta dalam memberdayakan talenta yang dimiliki ilmuwan diaspora. Tercatat, 65 perguruan tinggi di berbagai daerah mengusulkan diri untuk didatangi ilmuwan diaspora.

Dirjen Ghufron menyebut target peserta sebelumnya hanya sekitar 500 orang. Namun, setelah dibuka pendaftaran secara daring melalui laman diaspora.ristekdikti.go.id dalam kurun waktu kurang dari seminggu pendaftar telah mencapai 2.500 orang lebih. Tak sedikit pendaftar yang berprofesi di luar akademisi.

Dia juga menambahkan beberapa ilmuwan diaspora yang diundang adalah mahasiswa post doctoral yang masih muda, tetapi sudah memiliki berbagai pengalaman di bidang keahliannya.

Terdapat pula ilmuwan diaspora yang usianya di bawah 40 tahun, namun telah memiliki jenjang karir yang menjanjikan di institusi tempatnya bekerja.

Berkat kegiatan itu pula, mereka mampu menjadi jembatan untuk menjalin kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman (MoU) hingga mobilisasi dosen atau mahasiswa Indonesia ke institusi luar negeri ternama.

"Ilmuwan diaspora yang muda ini kami berikan kesempatan untuk menularkan ketertarikan terhadap sains kepada generasi milenial. Maka dari itu, pada rangkaian acara tanggal 20 Agustus nanti akan ada sesi khusus 'talk show' yang dikemas menarik dan interaktif untuk membicarakan sains. Para peserta juga bisa memanfaatkan acara ini untuk bertemu dan bertanya langsung mengenai pengalaman hingga tips dan trik belajar di perguruan tinggi luar negeri," tutur dia.

Untuk lebih mendekatkan ilmuwan diaspora kepada generasi muda, Kemenristekdikti juga mengajak mahasiswa dari seluruh negeri untuk mendampingi para ilmuwan diaspora selama mengunjungi institusi di berbagai daerah.

Para mahasiswa cukup mengunggah ulang (re-post) poster SCKD 2019 melalui akun Instagram pribadinya, kemudian menuliskan keterangan menarik mengenai makna ilmuwan diaspora. Alhasil, cara itu pun mendapat cukup perhatian dari para warganet.

"Para mahasiswa tentu sangat tertarik, bisa jalan-jalan mengunjungi daerah yang mungkin belum pernah mereka datangi, ditambah dapat melihat langsung aktivitas para ilmuwan diaspora, ini adalah pengalaman yang langka. Para ilmuwan diaspora akan bertindak sebagai 'role model', terlebih bagi mahasiswa yang memiliki minat besar untuk melanjutkan studi," kata Ghufron.

Bagi dosen muda, SCKD 2019 mampu menjadi sarana memperluas jaringan dengan akademisi luar negeri.

Dirjen Ghufron menambahkan ilmuwan diaspora harus mampu mengafirmasi perguruan tinggi yang selama ini masih kesulitan untuk meningkatkan penelitian dan publikasinya.

Peran dan keterlibatan itulah yang kemudian menjadi sarana untuk terus merajut nasionalisme dan kebangsaan ilmuwan diaspora yang kerap menjadi sorotan lantaran memilih bekerja di luar negeri.

"Inilah yang kami sebut 'Membangun Indonesia dari Dunia'. Para ilmuwan diaspora adalah anak bangsa yang perlu untuk dirangkul dalam membangun Indonesia. Saya harap acara ini dapat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan tinggi kita ke depan," katanya.
 

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019