Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch meminta Pemerintah menyegerakan revisi PP No. 44 Tahun 2015 terkait peningkatan manfaat Jaminan Keselamatan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) sekaligus menggabungkan pengelolaan keduanya kepada BPJS Ketenagakerjaan.BPJS Ketenagakerjaan dengan dana yang besar dan pengalaman puluhan tahun mengelola JKK dan JKm akan sangat mampu melaksanakan jaminan kecelakaan kerja dan kematian untuk seluruh pekerja, termasuk bagi ASN
"BPJS Ketenagakerjaan dengan dana yang besar dan pengalaman puluhan tahun mengelola JKK dan JKm akan sangat mampu melaksanakan jaminan kecelakaan kerja dan kematian untuk seluruh pekerja, termasuk bagi ASN," kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melalui keterangan resminya di Makassar, Senin (12/8).
Ada beberapa ketentuan di revisi PP No. 44 Tahun 2015 yang manfaatnya meningkat seperti fasilitas home care (sebagai fasilitas baru), menaikkan nilai santunan kematian, santunan tidak mampu bekerja, biaya pemakaman, biaya transpor, beasiswa termasuk anak yang mendapatkan dan jenjangnya hingga perguruan tinggi, serta biaya penggantian lainnya.
Dengan kemampuan dana kelolaan yang sudah mencapai Rp32,5 triliun (JKK) dan Rp11,8 triliun (JKm) maka kenaikan-kenaikan tersebut dengan mudah bisa dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Timboel Siregar menyampaikan, sebelumnya beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah mengusulkan peningkatan manfaat JKK dan JKm sejak 2016 lalu dengan harapan di tahun 2017 sudah ada peningkatan manfaat pada program JKK dan JKm.
Baca juga: Sinergi penegak hukum dan tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan
Namun ternyata hingga saat ini Pemerintah belum juga pernah mengulas manfaat JKK dan JKm, seperti yang diamanatkan Pasal 29 dan Pasal 36 yang menyebutkan seharusnya Pemerintah telah mengulas manfaat JKK dan JKm pada tahun 2017 dan tahun 2019 ini.
"Saya menyesali tindakan Pemerintah yang sampai saat ini belum juga menyelesaikan ulasan manfaat JKK dan JKm. Ini artinya pemerintah dengan sengaja menghalangi pekerja dan keluarganya mendapatkan kesejahteraan lebih dari program JKK dan JKm," kata Timboel.
Saat ini, lanjut Timboel, BPJS Watch berusaha mencari tahu keberadaan draft revisi PP No. 44 Tahun 2015 tersebut melalui investigasi.
"Draft revisi itu ada di kantor Menko PMK dan sedang menunggu untuk diparaf bu menteri. Tentunya proses revisi yang lama ini dikontribusi oleh kementerian-kementerian yang memang sepertinya tidak senang dengan adanya revisi ini," jelasnya.
Hal tersebut diduga karena proses revisi PP No. 44 Tahun 2015 khususnya tentang manfaat JKK dan JKm sarat dengan politisasi jaminan sosial oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan manfaat JKK dan JKm tidak dinaikkan.
"Ada pejabat yang kerap kali menyampaikan alasan kalau manfaat JKK dan JKm dinaikkan maka akan mengganggu keberlangsungan program JKK dan JKm ke depan. Saya kira argumentasi tersebut tidak mendasar dan salah besar," paparnya.
Selain itu, alasan tersebut diduga hanya untuk memposisikan manfaat JKK dan JKm yang diterima ASN (PNS dan PPPK) lebih baik daripada manfaat JKK dan JKm bagi pekerja swasta yang diatur di PP No. 44 Tahun 2015.
Oleh karena itu, diharapkan pada Pemerintahan Presiden Jokowi di periode kedua ini lebih realistis dan obyektif untuk menjalankan jaminan sosial sesuai prinsip-prinsip SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) agar fokus mendukung peningkatan kesejahteraan seluruh pekerja baik swasta maupun ASN tanpa perbedaan manfaat, serta efisien dalam pembiayaan dari APBN.
Baca juga: Peserta meninggal di Setiabudi menerima santunan BPJS Ketenagakerjaan
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan tidak mungkin bantu tutup defisit BPJS Kesehatan
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019