• Beranda
  • Berita
  • Menteri PPN: Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat

Menteri PPN: Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat

13 Agustus 2019 21:47 WIB
Menteri PPN: Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang P.S. Brodjonegoro pada pembukaan Konsultasi Regional Wilayah Sumatera Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024, di Medan, selasa (13/8) (Antara Sumut/Foto Munawar)
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dan cenderung stagnan, serta memerlukan upaya ekstra untuk ditingkatkan.

"Regulasi dan Institusi adalah kendala mengikat bagi pertumbuhan ekonomi," kata Bambang, dalam pengarahannya pada pembukaan Konsultasi Regional Wilayah Sumatera Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024, di Medan, Selasa.

Menurut dia, regulasi tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, bahkan cenderung membatasi.Khususnya pada regulasi tenaga kerja, investasi, dan perdagangan.

"Selain itu, kualitas institusi rendah, korupsi tinggi, birokrasi tidak efisien, dan lemahnya koordinasi antar kebijakan," ujarnya.

Ia mengatakan sumber daya manusia (SDM) adalah kendala mengikat bagi pertumbuhan ekonomi jangka menengah-panjang, dan rendahnya penerimaan perpajakan.Jika tidak segera diatasi, akan menghalangi Indonesia untuk bersaing di era digital dan beralih ke manufaktur bertekonologi tinggi.

Kemudian tingginya biaya pesangon di Indonesia menyebabkan perusahaan cenderung merekrut tenaga kerja kontrak dan tidak berinvestasi pada pengembangan tenaga kerjanya melalui pelatihan.

Untuk memberhentikan seorang pekerja di Indonesia dibutuhkan biaya 2 kali lebih tinggi dibandingkan Turki, 4 kali lebih tinggi dibandingkan Brazil, 6 kali lebih tinggi dibandingkan Afrika Selatan.

"Perusahaan di Indonesia memberikan pelatihan kurang dari 10 persen, bila dibandingkan 20 persen di Vietnam, 60 persen di Filipina, dan 80 persen di China," ucap dia.

Ia mengatakan pembatasan terhadap investasi asing langsung (FDI) mencegah terbentuknya bisnis di Indonesia yang dapat menarik teknologi dan mendorong ekspor. Regulasi investasi sektor jasa di Indonesia lebih restriktif dibandingkan rata-rata negara G20.

Pembatasan terhadap investasi asing mengakibatkan hilangnya 8 persen investasi berorientasi ekspor yang masuk ke Indonesia.Dampak lain dari pembatasan investasi asing adalah rendahnya upah tenaga kerja Indonesia sebesar 15 persen dari yang seharusnya.

"Relaksasi DNI industri film pada tahun 2016 berdampak pada semakin berkembangnya produsen film domestik, munculnya 600 layar bioskop baru, dan meningkatnya jumlah penonton sebesar 200 persen dalam tiga tahun," katanya.

Bambang mengatakan eksportir dan importir menghadapi tingginya biaya administrasi yang disebabkan oleh perizinan dan regulasi. Perdagangan internasional bernilai kurang dari 40 persen dari Pendapatan Domestik Bruto, terendah sejak awal 1970.Perusahaan Indonesia membutuhkan waktu 4,5 hari untuk menyelesaikan pengecekan kepabeanan dan dokumen dalam mengekspor barang dibandingkan dengan Singapura 0,5 hari, Malaysia 1,6 hari dan Thailand 2,3 hari.

Sementara itu, dibutuhkan 8,6 hari untuk menyelesaikan proses impor di Indonesia, dibandingkan dengan Singapura, 1, 5 hari, 1,8 hari di Malaysia dan 2,3 hari di Thailand.

"Hambatan non-tarif" berdampak pada peningkatan biaya hidup di Indonesia sebesar 8 persen.Nilai tersebut setara pajak sejumlah Rp3.000.000 per tahun untuk setiap rumah tangga, katanya.

Konsultasi Regional Wilayah Sumatera Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024, dihadiri Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, Gubernur Aceh, Gubernur Sumatera Barat, Gubernur Riau, Gubernur Bangka Belitung, Gubernur Jambi, mewakili Gubernur Sumatera Selatan, mewakili Gubernur Kepulauan Riau, Gubernur Bengkulu dan Gubernur Lampung.
 

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019