"Sebagai bagian dari jaringan global SMBC dan dukungan penuh pemegang saham, kami memiliki kapasitas untuk ikut mengoptimalkan peluang (pembiayaan) tersebut,” katanya di Jakarta, Rabu.
Ongki mengatakan optimisme itu selaras dengan sejumlah agenda pemerintah dalam menggalakkan infrastruktur, mewujudkan pemerataan kesejahteraan dengan menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru, serta komitmen meningkatkan kapasitas industri lokal.
Dikatakannya, Asia saat ini merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia memiliki posisi strategis di dalamnya.
"Ini adalah kesempatan, termasuk bagi perbankan," kata pemimpin bank devisa yang merupakan hasil penggabungan usaha PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) pada Februari 2019.
Ongki menjelaskan meski sejak Februari hingga Juli 2019 pihaknya fokus melakukan konsolidasi dan integrasi, Bank BTPN berhasil menjaga momentum pertumbuhan dengan membukukan kinerja positif.
Selain mencetak kenaikan laba, katanya, fungsi intermediasi juga terjaga baik dengan tetap memperhatikan kualitas pembiayaan. Begitu pula segmen nasabah yang dilayani, kini semakin luas sebagai dampak positif dari penggabungan usaha tersebut.
Menurut dia, total penyaluran kredit Bank BTPN mencapai Rp143,4 triliun pada akhir Juni 2019, tumbuh 112 persen "year on year" (yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun lalu senilai Rp67,7 triliun.
Pencapaian ini diimbangi dengan prinsip kehati-hatian yang tecermin pada angka rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di level 0,8 persen (gross). Adapun rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) terjaga di level 23,3 persen, masih sangat kuat untuk menopang target pertumbuhan.
Dikatakannya, jumlah penyaluran kredit merupakan data gabungan dari SMBCI dan Bank BTPN, terhitung sejak efektif merger pada 1 Februari 2019. Namun demikian, jika dihitung secara normal, penyaluran kredit sejatinya bertumbuh 10 persen.
“Hal ini masih sejalan dengan rata rata pertumbuhan kredit industri. Dengan kondisi ekonomi yang menantang, dan situasi perusahaan yang masih dalam fase konsolidasi, pencapaian ini patut kami syukuri,” kata Ongki.
Ia menjelaskan pertumbuhan kredit semester I-2019 banyak ditopang pembiayaan korporasi, usaha kecil dan menengah (UMKM), pembiayaan konsumer, dan pembiayaan prasejahtera produktif melalui anak usaha, BTPN Syariah.
Selain fokus melayani existing business, katanya, pihaknya juga terus mengembangkan segmen korporasi, antara lain berpartisipasi dalam pembiayaan sindikasi, project financing di bidang infrastruktur dan energi, trade finance, serta berkolaborasi dengan multifinance untuk pembiayaan otomotif.
"Hal ini merupakan bentuk komitmen kami dalam menggerakkan sektor riil dan berpartisipasi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.
Menurut dia, Bank BTPN mencatat kenaikan aset sebesar 87 persen, dari Rp99,9 triliun pada Juni 2018 menjadi Rp187,05 triliun pada Juni 2019.
Adapun laba bersih konsolidasi setelah pajak (NPAT) yang dapat diatribusikan kepada pemilik mencapai Rp1,26 triliun, meningkat 15 persen dari posisi tahun lalu Rp1,09 triliun.
Baca juga: BTPN perkenalkan fitur saldo mata uang asing di aplikasi Jenius
Baca juga: Penyaluran kredit Bank BTPN per Maret 2019 naik 114 persen
Baca juga: BTPN incar modal Rp30 triliun di 2021
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019