"Kita harus memiliki keberanian khususnya untuk UMKM melakukan restriksi dalam e-commerce agar kemudian yang sifatnya wholesale terutama yang datang dari luar negeri tidak masuk ke dalam platform e-commerce dalam negeri," kata Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, kebijakan restriksi akan membuat retail asing berkompetisi dengan retail dalam negeri, terkhusus UMKM yang selama ini menggantungkan bisnis penjualan melalui platform e-commerce Indonesia.
Baca juga: UMKM binaan BI Sumsel tembus pasar New York
"Kalau barang yang dijual adalah barang dari negara asal, maka ini akan mematikan industri lokal," ujarnya.
Arif menjelaskan keterbukaan ekonomi global saat ini ibarat dua mata pisau, menguntungkan dan juga bisa berdampak buruk. Indonesia dapat memasarkan barang-barang lokal ke pasar luar negeri, namun di sisi lain barang-barang impor masuk ke pasar lokal.
"Dengan bekerja sama dengan Alibaba misalnya, kita bisa memasarkan barang-barang yang ada di kita. Itu adalah manfaat, tetapi seyogyanya di tengah keterbukaan ekonomi yang ada sekarang maka kita harus ada restriksi," ucapnya.
Baca juga: Kemenkop: Peningkatan SDM UMKM lesatkan pertumbuhan ekonomi
"Tidak melarang (barang-barang impor masuk ke pasar lokal), tapi perlu kategorisasi," tambahnya.
Merujuk data Kementerian Koperasi dan UMKM, sebanyak 98,7 persen usaha di Indonesia merupakan usaha mikro yang berkontribusi sebanyak 36,82 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan mampu menyerap 96 persen tenaga kerja.
Dari 58 juta UMKM yang ada di Indonesia, UMKM yang bergabung dengan e-commerce hanya berjumlah 8 juta atau setara dengan 14 persen.
Baca juga: Produk UMKM dominasi penjualan online, pembeli sebagian besar wanita
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019