"Kemungkinannya, dari diskusi paling mutakhir walaupun belum putus, ini sekitar mungkin dua bulanan pelatihannya. Setelah dia selesai pelatihan dua bulan, maka dia akan dikasih insentif dalam kurun waktu tertentu, maksimalnya tiga bulan," ungkap Hanif ketika ditemui dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat.
Hanif menegaskan bahwa Kartu Prakerja bukanlah untuk menggaji pengangguran dan bahwa itu bisa digunakan oleh para pencari kerja untuk membantu meningkatkan kompetensi serta kemampuan.
Baca juga: Presiden: Pemerintah akan terus perbaiki subsidi energi dan pupuk
Program Kartu Prakerja, ujarnya, memiliki dua jenis yaitu skilling yang ditujukan untuk para pencari kerja baru dan re-skilling untuk korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Untuk pelatihannya sendiri, terdapat berbagai macam bidang yang kesemuanya akan disesuaikan dengan sektor prioritas nasional Indonesia, seperti manufaktur, pariwisata, ekonomi digital, dan kesehatan.
"Tapi sekali lagi ini judulnya insentif," tegas Hanif.
Baca juga: Konsumsi dan investasi motor penggerak pertumbuhan ekonomi 2020
Besaran hitungan insentif yang didapatkan oleh pengguna Kartu Prakerja sendiri masih belum diputuskan, karena harus dibahas secara menyeluruh tentang formula penghitungan dasar insentif yang direncanakan.
Pemerintah sendiri menganggarkan Rp10 triliun untuk Program Kartu Prakerja pada 2020 yang menargetkan sekitar dua juta tenaga kerja yang dapat memanfaatkan fasilitas ini.
Baca juga: Presiden Jokowi: Penerimaan APBN 2020 Rp2.221,5 triliun
Dari dua juta peserta itu, dibagi sekitar 1,5 juta orang untuk platform digital dan 500.000 ribu orang untuk reguler atau pelatihan tatap muka.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019