• Beranda
  • Berita
  • Lebih untung buat pedagang kecil, tarif Kode QR hanya 0,7 persen

Lebih untung buat pedagang kecil, tarif Kode QR hanya 0,7 persen

17 Agustus 2019 14:32 WIB
Lebih untung buat pedagang kecil, tarif Kode QR hanya 0,7 persen
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kiri) disaksikan Presiden Direktur BCA Jahja Setiaadmadja (tengah) dan CEO LinkAja Danu Wicaksana (kanan) melakukan tap in dalam peluncuran QR Code Indonesian Standard (QRIS) di halaman Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Sabtu (17/8/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

Pedagang-pedagang kecil seperti di 'food court' bisa untung karena dengan QRIS ini bisa langsung membayar.

Bank Indonesia (BI) memutuskan transaksi yang menggunakan Kode Respon Cepat (Quick Response Code/QR Code) akan dikenakan tarif 0,7 persen kepada penjual (Merchant Discount Rate/MDR) untuk pembayaran jenis reguler, baik dengan satu jaringan alat pembayaran (on-us) maupun multijaringan (off-us)

Secara sederhana, tarif MDR adalah tarif yang diminta perbankan kepada penjual atas setiap transaksi yang menggunakan alat pembayaran milik perbankan tersebut, misalnya Mesin Perekam Data Elektronik (Electronic Data Capture/EDC).

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam peluncuran standar nasional Kode QR (Quick Response Code Indonesia Standard/QRIS) di Jakarta, Sabtu, merinci bahwa selain pembayaran jenis reguler, transaksi Kode QR akan dikenakan tarif MDR untuk bidang pendidikan sebesar 0,6 persen dan transaksi di SPBU 0,4 persen.

Sedangkan untuk pembayaran bantuan sosial dan aspek lainnya yang menyangkut kegiatan sosial, BI menggratiskan biaya MDR atau nol persen.

"Pedagang-pedagang kecil seperti di food court bisa untung karena dengan QRIS ini bisa langsung membayar. Itu mampu mempercepat transaksi dan biayanya kami pastikan murah, jadi untung," kata Perry.

Dari rincian tarif tersebut, pembayaran Kode QR bisa dikatakan lebih murah jika dibandingkan bertransaksi secara off-us atau interkoneksi antarjaringan dengan pembayaran kartu debit melalui mesin perekam data elektronik (Electornic Data Capture/EDC).

Pasalnya tarif off-us untuk MDR saat ini berkisar 0 hingga batas atas satu persen, sedangkan tarif transaksi Kode QR sebesar 0,7 persen. Jadi penjual (merchant) bisa dikenakan tarif MDR yang lebih murah dengan kode QR jika dibandingkan tarif transaksi off-us pada EDC.

Sedangkan untuk transaksi on-us atau transaksi satu jaringan menggunakan pembayaran kartu debit via EDC berkisar 0,15 persen atau lebih rendah dibanding tarif transaksi Kode QR on-us yang sebesar 0,7 persen.

Perry menjelaskan penerapan QRIS akan dilakukan dalam beberapa tahap, hingga terimplementasi penuh pada 1 Januari 2020. Tahap pertama, BI akan fokus mempersiapkan QRIS dalam transaksi domestik untuk ritel, hingga kemudian transaksi lintas negara bekerja sama dengan otoritas sistem pembayaran di negara lain.

Adapun pengenaan biaya MDR itu seiring dengan berlakukan standarisasi pembayaran berbasis kode QR atau QRIS yang diluncurkan pada Sabtu ini. Bank sentral telah menyusun ketentuan terkait pembayaran dengan teknologi kekinian itu dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21 Tahun 2019.

Perry menegaskan bahwa QRIS merupakan standar satu-satunya kode QR yang berlaku di Indonesia. Seluruh PJSP harus mengikuti ketentuan itu bila hendak menggunakan sistem pembayaran berbasis gawai tersebut di Tanah Air. QRIS akan membuat seluruh alat pembayaran berbasis kode QR berada dalam satu ekosistem.

Dengan demikian satu kode QR yang terdapat di merchant atau penjual dapat digunakan untuk semua aplikasi pembayaran berbasis QR pada ponsel.

Baca juga: BI: 3 bank minta izin kerja sama dengan Wechat-Alipay, ini syaratnya

Baca juga: Gubernur BI: Kode QR bakal universal, bisa untuk beli kebutuhan harian

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019