• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: Permintaan jatah menteri merusak watak presidensial

Pengamat: Permintaan jatah menteri merusak watak presidensial

19 Agustus 2019 15:18 WIB
Pengamat: Permintaan jatah menteri merusak watak presidensial
Marianus Kleden. (ANTARA FOTO/Bernadus Tokan)

Kalau parpol melanggar justru dia merusak tatanan negara, katanya

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Dr Marianus Kleden menilai, sikap partai politik yang meminta jatah kursi menteri merusak watak presidensial.

"Tentang ramai-ramainya parpol meminta kursi menteri, ini sesungguhnya sikap merusak watak presidensial dari kabinet kita," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unwira itu kepada Antara di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan fenomena partai politik yang meminta jatah kursi menteri dari Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Jokowi tak boleh tunduk pada parpol dalam menyusun kabinet

Menurut dia, kabinet Indonesia adalah kabinet presidensial, di mana urusan menteri adalah sepenuhnya hak prerogatif presiden. Artinya, partai-partai politik tidak perlu merecoki kewenangan presiden dengan meminta jatah kursi menteri.

Dia mengatakan, kekuasaan parpol sesungguhnya confined within the boundaries of parliament.

"Kalau parpol melanggar justru dia merusak tatanan negara," katanya menambahkan.

Baca juga: Golkar sebut wajar partai pemenang pemilu minta jatah menteri banyak

Baca juga: Surya Paloh tegaskan Partai Nasdem tak minta-minta jatah menteri


Karena itu, Jokowi harus tampil sebagai strong president layaknya Bung Karno dan Soeharto yang tidak mau dirinya diintervensi oleh partai.

Indonesia pernah punya pengalaman buruk dengan kabinet parlementer, dan Jokowi akan kesulitan mengendalikan kabinetnya bila partai-partai terus merengek minta kursi kabinet.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019