Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) membantu pendanaan sejumlah proyek infrastruktur strategis di Afrika, melalui fasilitas buyer’s credit.
“Ke depan kita sedang galakkan buyer’s credit, terutama untuk proyek-proyek yang nilainya besar,” kata Direktur Eksekutif LPEI Shintya Roesly di sela-sela Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (IAID) 2019 di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Kesepakatan bisnis sebesar 356 juta dolar AS (sekitar Rp5,07 triliun) telah ditandatangani LPEI dengan PT Wijaya Karya (WIKA) dan sejumlah negara Afrika.
Kesepakatan yang dicapai itu mencakup fasilitas buyer’s credit senilai 40 juta dolar AS untuk proyek pembangunan pelabuhan terminal liquid (bulk liquid terminal) di Zanzibar-Tanzania; fasilitas buyer’s credit senilai 250 juta dolar AS untuk pembangunan kawasan bisnis terpadu
(mixed used complex - Goree Tower) di Senegal; serta fasilitas buyer’s credit senilai 66 juta dolar AS untuk pembangunan rumah susun (social
housing) di Pantai Gading.
Nilai kesepakatan bisnis itu disebut-sebut masih dapat ditingkatkan untuk proyek pembangunan pelabuhan terminal di Zanzibar dan proyek pembangunan rumah susun di Pantai Gading karena total nilai untuk masing-masing proyek tersebut sebesar 190 juta dolar AS dan 200 juta dolar AS, sehingga keseluruhan nilai proyek menjadi sebesar 640 juta dolar AS.
LPEI, menurut pengakuannya, memiliki kapasitas untuk dapat mendukung PT WIKA dalam menggarap proyek-proyek tersebut.
Pada kesempatan IAID 2019, LPEI juga menandatangani nota kesepahaman dengan salah satu BUMN strategis lainnya, yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Kerja sama nantinya akan mencakup pembiayaan modal kerja kepada PTDI maupun fasilitas buyer’s credit untuk calon konsumen PTDI di kawasan Afrika.
Ketiga proyek pembangunan infrastruktur PT WIKA di Afrika merupakan salah satu bentuk ekspor jasa sedangkan penandatanganan nota kesepahaman dengan PTDI merupakan ekspor barang yang juga dapat difasilitasi dengan skema buyer’s credit.
Baca juga: PT WIKA bakal garap proyek bangunan senilai Rp3,56 triliun di Senegal
Pemberian fasilitas buyer’s credit, yang pembiayaannya diberikan kepada pembeli produk dan jasa Indonesia di luar negeri, itu bukan tanpa alasan.
Buyer’s credit merupakan fasilitas yang hanya dapat disediakan oleh LPEI dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor Indonesia dari sisi pembeli (demand side). Skema itu merupakan bentuk nyata dari peran LPEI untuk mengisi ceruk pasar (fill the market gap).
Selain pemberian fasilitas pembiayaan, LPEI juga menggandeng Development Bank of the Central African States/la Banque de Développement des Etats de l’Afrique Centrale (BDEAC).
Pemilihan Development Bank untuk wilayah Afrika Tengah didasarkan pada kesamaan visi dengan LPEI yang mengedepankan aspek kemanfaatan sosial dan ekonomi dari setiap proyek yang dibiayai.
Kerja sama tersebut diperkirakan dapat meningkatkan minat negara-negara Afrika, khususnya Afrika Tengah, terhadap produk dan jasa yang berasal dari Indonesia.
Penguatan kerja sama dengan lembaga Export Credit Agency (ECA) Afrika juga sebelumnya dilakukan oleh LPEI dengan Nigeria Eximbank dan Ghana Export Import Bank.
Kerja sama itu meliputi pertukaran informasi mengenai kondisi perekonomian dan program peningkatan kapasitas dan dengan Africa Export-Import Bank (Afreximbank) dalam bentuk Framework Agreement on Uncommited Credit Line Facility senilai 50 juta dolar AS.
Sampai saat ini, LPEI telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada BUMN strategis untuk beberapa proyek di Afrika.
Fasilitas diberikan antara lain kepada PTDI untuk pembelian pesawat CN 235 oleh negara Senegal, PT WIKA untuk pembangunan rumah susun di Aljazair, dan pembangunan serta renovasi bangunan ikon negara di Niger.
Baca juga: RI-Afrika teken kerja sama infrastruktur-transportasi Rp11,7 triliun
Baca juga: IAID hasilkan kesepakatan bisnis Rp11,7 triliun
Baca juga: Presiden RI: Indonesia-Afrika kekuatan besar jika bersatu
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019