“Jadi, ada beberapa tahap (tier), mulai dari petani garam, industri pengolah garam, hingga sektor industri penggunanya,” kata Sigit lewat keterangannya diterima di Jakarta, Rabu.
Selama ini, lanjut Sigit, industri pengolah garam berperan menjembatani untuk meningkatkan kualitas garam lokal sehingga bisa diserap sektor manufaktur yang menggunakan garam industri sebagai bahan baku.
“Industri pengolah garam ini akan menyuplai ke industri yang membutuhkan kualitas garam lebih tinggi,” imbuhnya.
Menurut Sigit, sebagian besar garam lokal masih memiliki kandungan air dan kadar impuritas yang masih cukup besar, sementara kandungan NaCl yang umumnya digunakan oleh industri itu minimal 95% dan menggunakan metode yang berlaku internasional.
“Tetapi kami terus mengupayakan agar garam lokal bisa diserap industri. Garam yang dengan kadar NaCl 97 persen adalah untuk industri-industri yang teknis, tapi kalau industri makanan dan farmasi sampai 99,9 persen, karena kalau tidak makanan yang dibungkus itu akan basah. Sehingga perlu pengeringan garam cukup besar,” paparnya.
Sigit menegaskan, garam merupakan komoditas strategis yang penggunaannya sangat luas, mulai dari konsumsi rumah tangga, industri pangan, industri farmasi dan kosmetik, pengeboran minyak hingga industri klor alkali.
Sektor industri yang paling banyak menggunakan garam sebagai bahan bakunya, antara lain industri klor alkali (CAP), industri farmasi, industri pengeboran minyak, dan industri aneka pangan.
Di samping itu, selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, garam lokal juga telah terserap beberapa sektor industri seperti untuk pengasinan ikan, penyamakan kulit, dan water treatment.
Pada awal Agustus 2019, Kemenperin telah memfasilitasi penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Penyerapan Garam Lokal tahun 2019-2020. Dari MoU ini, garam lokal akan diserap oleh industri sebanyak 1,1 juta ton. Target tersebut meningkat dari capaian serapan tahun lalu sebesar 1.053.000 ton.
Kesepakatan tersebut sebagai wujud nyata dari kerja sama antara 11 industri pengolah garam dengan 164 petani garam di dalam negeri. Para petani garam itu berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
“Kami mengapresiasi kepada para industri pengolah garam dan para petani garam atas sumbangsih yang telah diberikan kepada Indonesia, khususnya pada sektor komoditas pergaraman nasional dalam membangun ketahanan industri dan pangan nasional,” tuturnya.
Berdasarkan neraca garam nasional, kebutuhan garam nasional tahun 2019 diperkirakan sekitar 4,2 juta ton.
Jumlah tersebut terdiri atas kebutuhan industri sebesar 3,5 juta ton, konsumsi rumah tangga 320 ribu ton, komersial 350 ribu ton, serta peternakan dan perkebunan 30 ribu ton.
Baca juga: Menyoal tekad NTT mengatasi defisit garam nasional
Baca juga: Pengamat: Indonesia perlu contoh Komisi Pergaraman Nasional India
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019