"Indonesia menyuarakan pentingnya mangrove atau hutan bakau sebagai salah satu ekosistem pesisir dalam upaya mitigasi dampak perubahan iklim," kata Koordinator Staf Khusus Satgas Pemberantasan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) Mas Achmad Santosa dalam keterangan tertulis KKP yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia memaparkan bahwa hutan mangrove dapat menyimpan emisi gas rumah kaca (GRK) lima kali lebih banyak dibandingkan dengan hutan daratan.
Sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan kawasan mangrove terbesar di dunia yakni seluas 3,5 juta hektar.
"Satu per empat mangrove dunia ada di Indonesia. Rehabilitasi hutan mangrove merupakan prioritas Indonesia yang dilakukan, salah satunya melalui program perhutanan sosial yang diperkenalkan oleh Presiden Joko Widodo," kata Mas Achmad Santosa, yang hadir mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan.
Mangrove memiliki potensi yang sangat besar dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim, terutama dalam menyerap emisi GRK. Sekitar 22 persen hutan mangrove Indonesia yang telah dilindungi di dalam kawasan konservasi diperkirakan menyimpan emisi GRK sebesar 0,82-1,09 giga ton per hektar.
Selain itu, Indonesia juga mengajak negara-negara yang memiliki mangrove menjajaki komitmen bersama untuk melakukan restorasi dan rehabilitasi mangrove sebagai upaya mengatasi dampak perubahan iklim.
Sebelumnya di tempat terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono mendorong mangrove sebagai salah satu isu nasional mengingat antara lain fenomena hilangnya lahan mangrove sebesar 1,8 juta hektare di berbagai daerah.
"Yang menangani mangrove di Indonesia luar biasa banyak, mestinya 1,8 juta hektar tadi bisa kita selesaikan rehabilitasinya, tapi kejadian itu sampai saat ini belum terjadi. Kalaupun kita menanam mangrove, maka sifatnya masih seremonial, sifatnya masih terkotak-kotak di daerah-daerah tertentu, sedangkan tingkat kerusakannya, menyeluruh dari Sabang sampai Merauke," kata Agung.
Selain itu diperlukan juga komitmen pemerintah untuk menjadikan mangrove sebagai salah satu isu nasional, yang artinya anggaran untuk rehabilitasi mangrove tersebut harus diletakkan sebagai prioritas.
Agung menjelaskan tentang adanya pendekatan baru, yang dilakukan untuk rehabilitasi mangrove ini.
"Paling awal adalah harus kita petakan daerah-daerah yang akan dijadikan konservasi mangrove. Lalu kita adakan RZWP3K, yaitu rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jadi setiap provinsi harus membuat Perda mengenai tata ruang di daerahnya masing-masing, mana yang untuk industri, mana yang untuk pertambangan, pariwisata, ekosistem, atau perbaikan lingkungan, dan seterusnya," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa RZWP3K yang telah jadi sekarang ini baru 22 dari total 34 provinsi. Sisanya masih terkendala beberapa masalah, antara lain karena proses pemberian izin yang masih tumpang tindih, sehingga susah dipetakan.
Sebagaimana diketahui, gerakan rehabilitasi mangrove sudah dicanangkan setahun lalu, dan ditargetkan 5 tahun ke depan, lahan mangrove seluas 1,8 juta hektar yang hilang secara signifikan dapat dikembalikan, termasuk kerjasama dengan KLHK dalam membuat buku yang menjadi pedoman untuk memperbaiki mangrove di Indonesia.
"Kita juga mempunyai buku sebaran mangrove yang ada di daerah bahaya tsunami di Indonesia. Dan salah satu cara menahan tsunami, meskipun tidak efektif, adalah dengan menanam mangrove," katanya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019