• Beranda
  • Berita
  • Banyak daerah tak sediakan anggaran pengawasan pupuk dan pestisida

Banyak daerah tak sediakan anggaran pengawasan pupuk dan pestisida

27 Agustus 2019 21:37 WIB
Banyak daerah tak sediakan anggaran pengawasan pupuk dan pestisida
Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Muhrizal Sarwani (tengah) dan sejumlah pembicara memaparkan maraknya pemalsuan pestisida dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa (27/8/2019) (ANTARA/Subagyo)
Kementerian Pertanian menyatakan banyak pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi yang tidak menyediakan anggaran khusus untuk Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3).

Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Muhrizal Sarwani di Jakarta, Selasa mengatakan, untuk mencegah pemalsuan pestisida perlu mengoptimalkan KP3 (Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida) pusat dan daerah.

Untuk mengoptimalkan kinerja KP3, terutama di daerah salah satu kendala yang dihadapi yakni belum adanya anggaran khusus untuk komisi ini dari pemerintah daerah.

“Sekarang ini ada yang menyediakan, ada juga yang tidak. Tapi sebagian besar memang tidak menyediakan anggaran khusus untuk KP3,” ujarnya saat Seminar Sinergi Lintas Sektoral dalam Pengawasan Produk Palsu dan Ilegal.

Kementerian Pertanian, tambahnya, sudah meminta Kementerian Dalam Negeri ikut mendorong Pemerintah Kabupaten/Provinis dalam kegiatan KP3 daerah, terutama dalam penyediaan anggaran.

Sebelumnya, Chairman Croplife Indonesia, Kukuh Ambar Waluyo menyatakan pemalsuan pestisida merupakan masalah serius di sektor pertanian, bahkan hasil survey Insight Asia, sekitar 26 persen petani Indonesia pernah membeli pestisida palsu.

“Jika total petani Indonesia sebanyak 40 juta orang, maka diperkirakan 10 juta petani pernah membeli pestisda palsu,” katanya.

Dengan membeli pestisida palsu, menurut dia, petani yang sebelumnya berharap bisa mendapatkan hasil panen bagus, tapi justru mengalami kerugian dan pada akhirnya tanaman menjadi parah dan tidak panen.

“Tapi kita bisa mencegah pemalsuan pestisida. Bahkan kasus terbaru kita bisa mengungkap pemalsunya,” tegasnya.

Anggota Croflife Indonesia, Mayang Marchiany mengatakan dengan nilai keuntungan pestisida palsu dan ilegal mencapai 6,5 miliar dolar AS membuat menarik untuk investor untuk melakukan tindak pemalsuan maupun memproduksi pestisida ilegal.
Apalagi, lanjutnya, oknum pemalsu tidak perlu susah melakukan pengujian dan registrasi, mereka bisa jualan dan mendapatkan keuntungan bersih.

"Selain kerugian bagi petani dan lingkungan, yang perlu dipertimbangkan adalah potensi hilangnya pajak yang akan didapatkan pemerintah karena produk ilegal dan palsu," ujarnya.

Sementara itu Muhlizar menambahkan, selain mengoptimalkan KP3 juga dilakukan sosialisasikan dan pembinaan kios penjualan pestisida, serta koordinasi dengan Satgas Pangan dari Bareskrim Polri.

"Untuk pengawasan di tingkat produsen, secara rutin pemerintah melakukan pemerikasaan label hingga pengawasan peradaran pestisida," katanya.

Pemerintah, lanjutnya, sudah menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan pestisida, baik di pusat maupun daerah.

Bahkan pemerintah sudah membentuk tim penyidik pegawai negeri sipil di pusat dan daerah dan telah mendapat pelatihan dari Bareskrim Kepolisian RI.
Baca juga: UPTD uji kadar residu pestisida sayur di Gorontalo
Baca juga: Studi: petani Afrika siapkan bio-pestisida guna perangi ulat grayak
Baca juga: RS berikan kiat cara efektif bersihkan makanan dari pestisida

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019