Direktur Linkar Borneo, Agus Sutomo dalam keterangan tertulisnya, Rabu, mengatakan selama ini tindakan perencanaan dan pencegahan oleh pemerintah tidak pernah dilakukan, baik secara rumusan maupun konsepnya.
"Padahal kami sudah berkali-kali mendorong pemerintah agar melakukan pencegahan tersebut, misalnya meningkatkan kapasitas petani, memberikan materi praktik membuka lahan tanpa membakar serta mendukung peralatan pertanian untuk mengelola lahan gambut.
Saat ini, menurut dia, pemerintah dan aparat hukum hanya penanganan saja yang ditingkatkan dibanding tindakan pencegahan. "Padahal dari tahun 1996 sampai 2015 kami sudah menyampaikan hal yang sama, tetapi aparat hukum hanya gencar menangkap orang saja," katanya.
Sutomo menambahkan, ancaman yang dikeluarkan presiden untuk mencopot pejabat aparat hukum di wilayah yang memiliki lahan terkabar, juga tidak menjawab persoalan-persoalan yang ada, "Malah akan terjadi tindakan-tindakan yang reaktif akibat ancaman copot jabatan tersebut," ujarnya.
Semestinya pemerintah juga memberikan solusi konkret, apa lagi di badan pemerintahan sendiri ada instansi yang fokus dalam hal itu, seperti Badan Restorasi Gambut. "Katanya ada ahli gambut di pemerintahan (BRG-red), kalau tidak bisa melakukan hal itu (pencegahan Karhutla) bubarkan saja," katanya.
Selain itu, dia juga mendesak kepada pemerintah agar juga memberikan pelayanan terhadap korban-korban Karhutla, misalnya masyarakat yang terkena ISPA (inspeksi saluran pernapasan atas), selain mengidentifikasi lahan-lahan yang terbakar.
"Jika tidak diobati maka itu sama juga kita mengabaikan racun dalam tubuh anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa," katanya.
Sebelumnya, Kapolda Kalbar, Irjen (Pol) Didi Haryono menyatakan, pihaknya telah menangkap sebanyak 52 tersangka dari total sebanyak 44 kasus Karhutla, yakni sebanyak 43 kasus perorangan, dan satu kasus korporasi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat hingga saat ini sudah menyegel sepuluh perusahaan perkebunan dan HTI yang di lokasinya terdapat titik api.
Pewarta: Andilala
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019