"Reformasi yang pertama adalah menghilangkan kelas layanan dan iuran yang berkeadilan. Yang mampu harus membayar lebih tinggi," kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Tulus mengatakan daftar peserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan juga perlu diverifikasi ulang. Agar lebih baik, transparan dan akuntabel, nama penerima bantuan iuran harus bisa diakses publik.
Baca juga: Defisit Rp32,8 triliun dibalik opsi iuran BPJS naik 100 persen
Manajemen BPJS Kesehatan juga harus membereskan tunggakan iuran dari peserta mandiri dan pekerja bukan penerima upah yang mencapai 54 persen.
"Bila dibiarkan, tunggakan itu akan menjadi benalu bagi BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran juga akan memicu tunggakan semakin tinggi," tuturnya.
Tulus juga mengusulkan agar fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi mitra BPJS Kesehatan seperti puskesmas dan klinik juga diverifikasi, terutama tentang ketersediaan dan jumlah dokter yang ada.
Menurut Tulus, rencana pemerintah menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan seharusnya menjadi skenario terakhir karena dapat membebani masyarakat.
"Pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok. Skema seperti itu tidak akan membebani masyarakat," katanya.
Baca juga: YLKI: kenaikan tarif BPJS Kesehatan seharusnya jadi skenario terakhir
Baca juga: Dede Yusuf imbau tunda kenaikan tarif iuran BPJS
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019