Winda di Temanggung, Sabtu, mengatakan Liyangan itu dihuni tidak hanya satu kali masa, jadi beberapa kali bencana erupsi datang kemudian masyarakat mengungsi, setelah reda kembali lagi ke sini.
"Hal tersebut menunjukkan paling tidak kita bisa melihat bahwa mitigasi bencana masyarakat kita waktu itu untuk mobilisasi sosialnya sudah sangat tinggi," katanya.
Ia menuturkan sampai saat ini dari sejumlah penggalian di Situs Liyangan, ditemukan benda-benda rumah tangga seperti guci, periuk, kemudian pipisan yang merupakan salah satu indikasi bahwa lokasi ini dulunya sebuah permukiman.
"Namun, dari penggalian yang dilakukan Balai Arkeologi maupun BPCB Jateng belum menemukan barang-barang perhiasan ataupun korban kerangka dalam jumlah banyak, berarti waktu itu sebelum bencana itu benar-benar terjadi masyarakat sudah mengungsi," katanya.
Selanjutnya setelah bencana reda dan tanah subur kembali baru mereka kembali lagi ke permukiman tersebut.
Ia mencontohkan ada indikasi sebuah talud sebagian sudah menggunakan batu blok tetapi sebagian diganti dengan bolder.
"Hal itu kemungkinan saat di mana batu itu rusak kemudian ditambal lagi," katanya.
Berdasarkan kajian dari Balai Arkeologi Yogyakarata, katanya, aktivitas masyarakat Liyangan kuno diperkirakan sudah dimulai sebelum Hindu masuk.
Saat ini BPCB Jawa Tengah melakukan ekskavasi lanjutan di Situs Liyangan, di Desa Purbosari, lereng Gunung Sindoro di Kabupaten Temanggung. Ekskavasi dijadwalkan berlangsung pada 21 Agustus 2019 hingga 4 September 2019. ***3***
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019