• Beranda
  • Berita
  • Mengkaji kemungkinan mobil listrik dan biodiesel berjalan beriringan

Mengkaji kemungkinan mobil listrik dan biodiesel berjalan beriringan

31 Agustus 2019 14:58 WIB
Mengkaji kemungkinan mobil listrik dan biodiesel berjalan beriringan
Petugas mendemonstrasikan cara pengisian kendaraan listrik melalui Electric Vehicle Charging Station (EVCS) di kantor BPPT, Jakarta. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp/pri
Pengunjung mengamati mobil listrik Twizy yang dipajang pada pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE-BSD, Tangerang, Banten. (ANTARA FOTO/Zarqoni maksum/hp)
Presiden Joko Widodo ingin membangun industri mobil listrik sebagai lompatan kemajuan seiring dengan perkembangan bahan bakar nonfosil.

Jokowi mengatakan industri mobil listrik adalah salah satu bentuk dari lompatan kemajuan yang harus dilakukan dari sekarang. Presiden pun telah perpres terkait hal tersebut, dengan harapan para pelaku industri otomotif di Indonesia merancang dan membangun pengembangan mobil listrik.

Namun di saat bersamaan, Presiden Joko Widodo juga ingin Indonesia terus mengembangkan Program B20 dan akan masuk ke B30 campuran solar dengan 30 persen biodiesel, bahkan kalau perliu sampai dengan B100. Pengembangan biodiesel tersebut bertujuan agar Indonesia tidak lagi banyak mengimpor bahan bakar dari luar.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut program B20 akan tetap berjalan kendati perpres mobil listrik disahkan.

Menurut Jonan, pembangkit listrik Tanah Air akan memanfaatkan B20 sebagai bahan bakarnya. Kedua program akan tetap berjalan, mengingat program B20 dan kendaraan listrik merupakan upaya pemerintah menekan impor BBM dan menyelamatkan devisa negara.

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bahwa upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan mobil listrik dapat berjalan berdampingan dengan program mandatori biodiesel hingga B100 pada 2021-2022.

Menteri Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah hanya menargetkan sekitar 20 persen kendaraan listrik yang beredar pada 2025, sedangkan sisanya kendaraan berbasis bahan bakar.

Selain mobil listrik, pemerintah juga mendorong industri untuk mengembangkan kendaraan berbahan bakar fleksibel atau (flexy fuel engine).

Kendaraan berbahan bakar fleksibel ini seperti mobil bermesin konvensional, namun dapat diisi bahan bakar nabati (biofuel) jenis biodiesel dengan campuran minyak kelapa sawit (CPO) 20 persen (B20) atau bioetanol dari tebu.

Mungkinkah penerapan kendaraan listrik bisa berjalan beriringan dengan pengembangan biodiesel sampai dengan B100 di Indonesia?
Baca juga: Menperin: Mobil listrik bisa berdampingan dengan mandatori biodiesel
Baca juga: Indef: Penerapan mobil listrik dan biodiesel bisa berjalan bersamaan



Ada yang tereliminasi

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Haryadin Mahardika menilai mobil bertenaga listrik, kemungkinan akan menggantikan mobil-mobil yang masih menggunakan bensin, solar dan bahkan biodiesel.

Haryadin mengatakan bahwa semua jenis mobil yang masih menggunakan bahan bakar fosil atau baurannya, seperti bensin, solar, biodiesel B20 dan B30, memang itulah yang seharusnya digantikan oleh mobil listrik mengingat emisinya yang kurang baik. Kecuali kendaraan yang menggunakan bahan bakar gas.

Kemungkinan sudah waktunya untuk memulai konversi mobil-mobil yang menggunakan bahan bakar bensin dan solar ini ke gas dengan menggunakan konverter.

Dengan menggunakan konverter, maka mobil-mobil konvensional atau biasa tersebut akan menjadi mobil yang menggunakan bahan bakar ganda yakni bisa mengonsumsi bensin/solar dan gas.

Upaya konversi mobil-mobil berbahan bakar bensin/solar tersebut ke gas sebenarnya perlu didorong oleh pemerintah.
Baca juga: Usai tes jalan, ESDM: Tidak ada keraguan penerapan B30 Januari 2020
Baca juga: Menperin: Lewat biodiesel Indonesia tidak perlu "mengemis" negara lain



Biodiesel opsi peralihan

Sedangkan Lembaga kajian Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) menilai pengembangan dan penerapan biodiesel B20 dan B30 bisa menjadi opsi peralihan atau transisi menuju kendaraan listrik.

Direktur ITDP Indonesia Faela Sufa mengatakan bahwa sebetulnya biodiesel B20 ini bisa menjadi opsi peralihan menuju elektrifikasi kendaraan seperti mobil listrik.
Petugas menunjukkan sampel bahan bakar minyak (BBM) B-20, B-30, dan B-100 di Jakarta (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)



penerapan kendaraan listrik, usai peraturan presiden diteken belum tentu bisa diterapkan secara keseluruhan dan sekaligus mengingat hal ini perlu dilakukan secara bertahap.

Dengan demikian pengembangan dan penerapan biodiesel B20 dan B30 tetap bisa dilanjutkan, mengingat yang namanya energi banyak sumbernya asalkan energi tersebut ramah lingkungan.

Baca juga: Pengamat: harus ada keselarasan antarkementerian soal mobil listrik
Baca juga: Bus listrik bisa hemat biaya operasional hingga 65 persen


Berjalan bersamaan

Suara optimistis datang dari produsen sepeda motor listrik nasional GESITS yang menilai penerapan program Biodiesel B20 dan kendaraan listrik bisa terwujud bersama-sama.

Deputy Director Sales & Distribution PT GESITS Technologies Indo Abdullah Alwi mengatakan ketika nanti sampai di penghujung, maka penerapan B20 serta kendaraan listrik akan terwujud bersama-sama saat semua sudah elektrik dan juga di sisi lain pembangkit listrik di Indonesia pun sudah mengadopsi teknologi green energy.

Penerapan B20 dan kendaraan listrik merupakan hal yang berbeda, dan B20 tidak harus diimplementasikan dengan kendaraan karena banyak sekali aspeknya.

Sebetulnya penerapan B20 dan kendaraan listrik bekerja secara paralel, dengan produsen kendaraan listrik seperti GESITS menjalankan konversi sarana transportasi di jalan raya, sementara pihak-pihak di bidang energi melakukan konversi bahan bakar di pembangkit listrik dimana mereka juga sudah bergerak ke pembangkit listrik ramah lingkungan B20 dan sebagainya.

Sementara itu Direktur Program Reindustrialisasi Ikatan Alumni Institut Teknologi Banding ( IA ITB), Achmad Rizal menjelaskan bahwa penerapan bahan bakar biodiesel B20 bisa dipadukan dengan kebijakan pengembangan kendaraan listrik.

Menurut Achmad Rizal pengembangan B20 dan kendaraan listrik merupakan dua hal yang berbeda.

Kendaraan listrik nantinya pada saat awal kemunculannya banyak kebutuhan mungkin dari sisi kendaraan pribadi. Sedangkan bahan bakar diesel B20 penggunaannya ditujukan seperti untuk truk yang sampai sekarang belum bisa digantikan oleh kendaraan listrik.

Selain itu B20 juga ditujukan untuk menggerakkan kendaraan pickup, alat-alat berat seperti traktor, pembangkit listrik bertenaga diesel, serta mesin-mesin kapal.

Indonesia bisa memanfaatkan porsinya masing-masing. Kalau untuk pemakaian pribadi maka pakailah kendaraan listrik. Sedangkan untuk kendaraan atau alat-alat berat yang tidak bisa digantikan oleh listrik maka bisa menggunakan mesin diesel.

Tinggal mesin dieselnya, menurut Achmad Rizal, apakah menggunakan bahan bakar berbasis kelapa sawit atau berbasis bahan apapun yang ada di Indonesia yang bisa diolah menjadi bahan bakar.

Dengan demikian pengembangan B20 dan penerapan kendaraan listrik bisa berjalan bersama-sama mengingat keduanya tidak terlepas dari pemikiran strategis untuk ketahanan energi dan kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan.
Baca juga: Pengamat: harus ada keselarasan antarkementerian soal mobil listrik
 

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019