setelah terjadinya kericuhan menyusul sejumlah kejadian di Kota Malang dan Surabaya, Jawa Timur.
Presiden RI Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Koodinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Pol.Tito Karnavian untuk turun tangan guna mengatasi demonstrasi serta memulihkan keadaan di Papua dan Papua Barat. Wiranto, Hadi, dan Tito Karnavian pun sudah ke Papua Barat guna mengatasi keadaan.
Akhirnya masyarakat, terutama mak-mak, mulai berbelanja kembali ke pasar-pasar, apalagi para pedagang mulai menjajakan barang-barang dagangan mereka, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari rakyat, seperti beras dan sayur-mayur.
Sekalipun suasana Papua terkini mulai pulih, ternyata tiba-tiba di Ibu Kota NKRI muncul kejadian yang sama sekali tidak menyenangkan, terutama dari segi politik, karena muncul upaya mengibarkan bendera Bintang Kejora yang dikenal sebagai lambang kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka alias OPM.
Baca juga: Papua Terkini - Utusan Megawati temui pemuka agama di Papua
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menyebutkan sedikitnya dua orang telah ditangkap atau ditahan.
Namun, Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa tidak tertutup kemungkinan bagi para penyidik Polda Metro Jaya untuk menetapkan tersangka- tersangka baru terhadap kejadian di depan Istana Merdeka, Kamis (29/8).
Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan orang-orang Papua dan Papua Barat ini tidak bisa dilepaskan dari peristiwa di Malang dan Surabaya pada tanggal 16 Agustus 2019. Diduga telah terjadi penghinaan terhadap benderal Merah Putih di asrama mahasiswa asal Papua.
Polisi memang masih terus menyelidiki kasus ini. Sejumlah warga di Malang dan Surabaya telah mendatangi asrama ini dengan mengeluarkan ucapan yang dianggap kurang pantas terhadap warga Papua dan Papua Barat.
Akibatnya, orang-orang di kedua provinsi yang jauh tersebut merasa tersinggung karena dianggap menyepelekan mereka sehingga akhirnya muncul tindakan pembakaran, perusakan, hingga pencurian seperti di Jayapura. Akibatnya paling sedikit 31 orang telah dibekuk oleh kepolisian setempat.
Entah sengaja atau kebetulan, kemudian di depan Istana Kepresidenan muncul ulah yang tak bertanggung jawab berupa upaya pengibaran bendera Bintang Kejora sehingga polisi langsung menangkap para pelakunya.
Presiden Joko Widodo memang secara terbuka telah meminta maaf jika kejadian di Malang dan Surabaya telah mengakibatkan ketersinggungan bagi orang-orang Papua. Namun, dia mengharapkan harus muncul sikap memaaafkan di antara warga Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Sekalipun mungkin ada warga Papua di Jakarta yang merasa marah alias kesal terhadap kasus di Malamg dan Surabaya itu, tidak berarti bisa dibenarkan adanya upaya untu mengibarkan bendera OPM, apalagi di depan Istana Merdeka, tempat tinggal Presiden Republik Indonesia.
Baca juga: Papua Terkini - Legislator minta aparat tindak tegas pelaku anarkistis
Pepera
Orang-orang Papua, terutama yang masih muda alias milenial, seharusnya tidak boleh melupakan bahwa pada tahun 1963 di bawah pengawasan PBB telah dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera alias Act of Free Choice. Akhirnya orang Irian Barat yang kini menjadi Papua dan Papua Barat telah menyatakan tekadnya untuk bergabung dengan Republik Indonesia. Wakil PBB pada saat Pepera itu adalah Fernando Ortiz Sans.
Kini Irian Barat telah berubah menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemerintah Indonesia telah menerapkan otonomi khusus (otsus) bagi kedua provinsi ini. Telah banyak yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia bagi kedua provinsi tersebut.
Akan tetapi, harus diakui bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk terus membangun Papua serta Papua Barat misalnya membangun infrastruktur guna mewujudkan Transpapua. Sementara itu, masih banyak fasiitas sosial yang wajib didirikan, seperti sekolah, fasilitas kesehatan, dan pusat kebudayaan. Tentu orang-orang Papua harus ikut aktif membangun wilayahnya.
Upaya pengibaran bendera OPM pasti ditentang atau ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia dan rakyat secara keseluruhan. Oleh karena itu, rakyat Papua dan Papua Barat harus bersama-sama dengan orang-orang Indonesia lainnya untuk terus membangun Kota Jayapura, Sorong, Manokwari, Timika, dan lain-lain sehingga tidak ada lagi perbedaan yang tajam.
Jokowi telah menetapkan harga satu BBM bagi seluruh Indonesia sehigga harga BBM di Jakarta yang beberapa ribu rupiah harus sama dengan harga di Manokwari atau Timuka yang dahulu pernah mencapai puluhan ribu rupiah tiap liternya. Harga satu sak semen yang dahulu bisa mencapai hampir Rp100 ribu di Booven Digul, kini praktis sama dengan di Jawa.
Sementara itu, entah berapa ratus atau ribuan anak Papua dan Papua Barat sedang menuntut ilmu di Jakarta, Makassar, Surabaya, Bandung, Semarang, dan kota-kota lainnya.
Baca juga: Papua Terkini - Empat warga meninggal pascademo di Jayapura
Jadi, warga Papua dan Papua Barat harus bersama warga Indonesia yang lainnya untuk ikut membangun wilayah mereka. Jika ada kekurangan, persoalan itu pasti akan bisa dibicarakan dengan pemerintah pusat, baik yang kini masih berada di Jakarta maupun jika nanti sudah pindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartaneagara, Provinsi Kalimantan Timur, saat telah menjadi pusat pemerintahan mulai 2023/2024.
Menjadi tugas seluruh bangsa Indonesia dari mana pun asal provisi mereka untuk ikut membangun Papua dan Papua Barat supaya tidak terus terjadi demonstrasi, bahkan tindak kekerasan oleh orang-orang Papua. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah milik warga Papua, Sunda, Jawa, Batak, Dayak, Gorontalo, hingga Nias, Lampung, dan berbagai suku lainnya.
Jadi, marilah sama-sama membangun NKRI tanpa pelu melihat asal usul, suku, serta asal wilayah setiap warga.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982s.d. 2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan tahun 1987 s.d. 2009
Pewarta: Arnaz Ferial Firman *)
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019