"Prinsipnya harus semua mengikuti surat Gubernur Bali dan Pelindo setuju. Ditata ulang, kalau sudah selesai harus dijadikan kawasan terbuka hijau, tidak boleh dibangun fasilitas pariwisata," kata Koster usai menghadiri pengambilan sumpah/janji anggota DPRD Bali periode 2019-2024, di Denpasar, Senin.
Menurut Koster, pihak Pelindo III akhirnya menyetujui sejumlah permintaan dirinya untuk penataan kawasan reklamasi di Pelabuhan Benoa karena telah mendapat perintah langsung dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Tanggal 28 Agustus saya mendampingi Bapak Wapres menghadiri Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, saya lapor kepada Beliau saat lewat flyover di atas tol (Tol Bali Mandara). Saya lapor Pak Wapres, saya lagi marah sama Pelindo karena dia tidak tertib menjalankan reklamasi, akibatnya mangrovenya mati," ucapnya.
Saat itu, ketika mengantarkan Wapres ke Bandara Internasional Ngurah Rai, Koster mengaku kembali menunjukkan lokasi proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa yang telah berdampak merusak sekitar 17 hektare lahan mangrove.
"Beliau saya tunjukin yang di kiri, yang di sebelahnya Akame. Beliau kaget, kok jadinya begini? begitu komentarnya Wapres. Jadi Beliau langsung tanya, siapa yang melaksanakan ini Pak Gubernur? Jawab saya Pelindo. Beliau (Wapres) langsung telepon dirutnya dan Pelindo mengakui kesalahannya dan minta maaf," ujarnya.
Akhirnya pihak Pelindo III pada 28 Agustus sore sudah menemui Koster. "Hasilnya dia (Pelindo) mengakui kesalahannya, karena mengakui kesalahannya, saya meminta Pelindo mengungkapkan kesalahannya pada masyarakat Bali dan dia siap," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Koster pun mengajukan sejumlah permintaan lainnya yakni agar menyetop sementara reklamasi Dumping I dan Dumping II.
Permintaan berikutnya supaya pihak Pelindo III memulihkan mangrove dengan menata dulu kawasan agar airnya bisa masuk. "Sekarang kan airnya tidak bisa masuk, mana bisa hidup mangrove? Menanam mangrove, kalau nggak ada perawatan mana bisa hidup, yang gede saja mati, apalagi yang baru ditanam. Penghijauan kalau tanahnya belum dibenerin, pasti sementara," katanya.
Intinya, kata Koster, Pelindo telah menyetujui penyetopan sementara proyek di Dumping I dan Dumping II, kemudian merevisi rencana induk pengembangannya. "Semua Pelindo setuju. Hari ini sedang dibahas di Kemenko Maritim," ucapnya.
Sebelumnya Koster telah menyampaikan permintaan penghentian reklamasi tersebut dalam surat resminya tertanggal 22 Agustus 2019 kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.
Koster meminta penghentian reklamasi di areal seluas 85 hektare di sekeliling Pelabuhan Benoa, Denpasar, karena telah menghancurkan ekosistem bakau seluas 17 hektare dan memicu terjadinya sejumlah pelanggaran.
"Dampak lingkungan yang terjadi berupa rusaknya lingkungan yang sangat parah dan mengakibatkan kematian vegetasi hutan mangrove beserta ekosistem lainnya sekitar 17 hektare berlokasi di timur laut lokasi Dumping II. Kondisi tersebut terjadi karena ada pelanggaran pengerjaan teknis yaitu tidak dibangunnya tanggul penahan (revetment) dan tidak dipasangnya 'Silt Screen' sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan pada dokumen Amdal," ujar gubernur asal Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng itu.
Berdasarkan dokumen yang ada, reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III terhadap lahan seluas 85 hektare yang terdiri atas lokasi Dumping I seluas 38 hektare dan lokasi Dumping II seluas 47 hektare telah dilakukan melalui proses administrasi mulai tahun 2012, kegiatan pelaksanaan pengembangan mulai tahun 2017, dan hingga saat ini sedang berjalan dengan capaian 88,81 persen.
Baca juga: Majelis Desa Adat-PHDI dukung penghentian reklamasi Pelabuhan Benoa
Baca juga: Pelindo III diminta segera hentikan reklamasi Pelabuhan Benoa
Baca juga: Pelindo III : pengembangan Benoa tingkatkan ekonomi Pulau Dewata
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019