Di Desa Feijo, di Brazil barat yang dekat ke perbatasan dengan Peru, masyarakat asli suku Shanenawa pada Minggu (1/9) menggelar upacara guna berusaha menemukan kedamaian antara manusia dan alam. Dengan wajah dicat, puluhan warga asli menari dalam lingkaran saat mereka berdoa agar kebakaran segera berakhir.
"Kami ingin perdamaian dan cinta," kata Tekaheyne Shanenawa, seorang tetua Shanenawa, kepada Reuters, saat ia berada di lingkaran sebagai bagian dari upacara tersebut. "Perdamaian, keharmonisan dan pendidikan akan menghentikan kebakaran ini, yang telah merusak Amazon."
Puluhan ribu titik api tercatat bermunculan di Amazon selama musim kering tahun ini. Jumlah itu adalah yang terbanyak setidaknya satu dasawarsa terakhir ini.
Baca juga: UNEP sebut Hutan Amazon benteng alami lawan perubahan iklim
Pada saat yang sama, Jair Bolsonaro --sang presiden baru Brazil dari sayap kanan-jauh-- berargumentasi bahwa hutan perlu dieksploitasi. Argumentasi seperti itu juga ia lancarkan pada saat daerah permukiman suku India menyusut dengan cepat.
"Jika kebakaran terus seperti ini, dalam 50 tahun kita takkan lagi melihat hutan tersisa ," kata Bainawa Inu Bake Huni Kuin, tetua lainnya Shanenawa.
"Dan kami takkan merasa aman menyangkut apa yang kami miliki, pada kebudayaan kami, pada bahasa kami, pada nyanyian kami. Tanpa hutan, kami takkan bisa bertani, kami takkan bisa makan.Tanpa tanah kami, kami takkan bisa hidup."
Kebanyakan wilayah Amazon berada di Brazil, tapi banyak bagiannya juga berada di Kolombia dan Peru --tempat api juga sudah dideteksi.
Warga Shanenawa berjumlah sebanyak 720 orang dan tinggal di 23.000 hektar lahan.
Reaksi keras telah bermunculan, terutama ditujukan terhadap pemerintah Bolsonaro, yang mengakui tidak memiliki sumber daya untuk menjinakkan si jago merah. Banyak titik api diduga ditimbulkan oleh para peternak dan petani kedelai.
Sumber: Reuters
Baca juga: G7 tawarkan bantuan 20 juta dolar AS untuk atasi kebakaran Amazon
Baca juga: Pesawat perang Brazil guyur Amazon untuk perangi kebakaran hutan
Kebakaran di Taman Nasional Gunung Ciremai sulit dipadamkan
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019