"Saya menilai KH Mas Abdurrahman layak mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Alasannya, selain sebagai ‘guru bangsa’, ulama Banten itu semasa hidupnya juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia," katanya kepada pers di Jakarta, Senin.
Aat mengemukakan keterangan tersebut saat diminta komentar terkait rekomendasi Rakernas Mathla’ul Anwar 2019 yang di antaranya mengusulkan kepada Pemerintah agar salah satu pendiri Mathla’ul Anwar KH Mas Abdurrahman bin Jamal ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Baca juga: Muhammadiyah-NU dukung demokrasi di Indonesia
Rekomendasi lain yang bersifat eksternal dari Rakernas yang berlangsung di Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten dari 31 Agustus hingga 1 September 2019 itu adalah usulan agar Pemprov Banten merevisi Pergub tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan Sistem zonasi.
Selain itu Rakernas dalam rekomendasi yang bersifat internal menekankan perlunya upaya untuk mengoptimalkan program kaderisasi dengan pengiriman pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah ke pusat Mathla’ul Anwar disertai Nota Kesepahaman yang antara lain berisi hak dan kewajiban daerah dan pusat.
Rekomendasi internal lainnya, di antaranya perlunya upaya pendataan ulang madrasah-madrasah Mathla’ul Anwar di seluruh wilayah Indonesia serta penyusunan database Mathla’ul Anwar.
Baca juga: Forum Akademisi Indonesia kunjungi Kantor Berita Antara
Aat lebih lanjut mengemukakan, KH Mas Abdurrahman yang pada perang kemerdekaan pernah ditembak oleh pasukan Belanda berperan besar dalam memajukan dunia pendidikan di Banten, dan dia pula yang memberikan landasan bagi pengembangan pendidikan Mathla’ul Anwar.
KH Mas Abdurahman bersama rekannya KH E Mohammad Yasin dan KH Tb Mohammad Sholeh, dibantu oleh sejumlah ulama dan tokoh masyarakat di daerah Menes mendirikan Mathla’ul Anwar pada 10 Ramadhan 1334 Hijriah atau 10 Juli 1916.
Mathla’ul Anwar didirikan berselang empat tahun setelah berdirinya Muhammadiyah serta sepuluh tahun lebih awal dibanding NU. Muhammadiyah dirikan pada 18 Nopember 1912 di Kauman Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan dan NU pada 31 Januari 1926 di Surabaya Jawa Timur oleh KH Hasyim Asy’ari.
Baca juga: FAI: pelarangan buku komunis belum sentuh masalah
Kini dalam usianya yang mencapai 103 tahun Mathla’ul Anwar telah memiliki pengurus wilayah di 30 provinsi, 63 perguruan, dan ribuan madrasah di seluruh Indonesia, bahkan telah memiliki perguruan tinggi, yakni Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA). UNMA saat ini merupakan perguruan tinggi swasta terkemuka di Provinsi Banten.
Mengutip Sekretaris Steering Committee Rakernas Mathla’ul Anwar 2019 Mohammad Zen, Aat juga mengemukakan, langkah menuju pengusulan KH Mas Abdurrahman sebagai Pahlawan Nasional sedang dirintis, yaitu dengan meneliti sejarah dan perkembangan situasi di Menes pada awal berdirinya Mathla’ul Anwar.
"Dalam kaitan itu pula telah dilakukan seminar dan penerbitan buku terkait Mathla’ul Anwar, bekerjasama dengan Peneliti Sejarah dari UIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang, Mufti Ali Ph.D,” kata Penasehat FAI kelahiran Pandeglang Banten yang juga Asesor Wartawan Utama pada Uji Kompetensi Wartawan PWI itu.
Baca juga: Polri: kelompok teroris Lamongan penembak polisi
FAI itu sendiri adalah wadah inspiratif yang bertujuan mensinergikan potensi para akademisi seluruh Indonesia di manapun berada serta mewujudkan visi mencerdaskan anak bangsa menuju Indonesia berprestasi. Deklarasi pembentukan forum tersebut dilakukan pada 23 Mei 2015 di Kampus BSI.
Selain Aat, Penasehat FAI adalah Dr Ichsanuddin Noorsy (Ekonom Senior); Abdullah Hehamahua (mantan Penasehat KPK), dan Dr Intan Syah Ichsan (Chief Operating and Marketing Officer PT Samuel Aset Manajemen), sedangkan ketuanya adalah Dr Indra Cahya Uno (Akademisi Universitas Indonesia).
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019