Dinkes: Angka gizi buruk di Kalbar masih tinggi

3 September 2019 16:26 WIB
Dinkes: Angka gizi buruk di Kalbar masih tinggi
Ekspresi balita penderita gizi buruk, Sari (5) saat menjalani perawatan di Pusat Pemulihan Gizi Buruk Fajar, Tanjung Raya II, Pontianak, Kalbar, Senin (26/3). Sari yang memiliki berat badan 4,5 kilogram dan telah menderita gizi buruk sejak lahir tersebut, berhasil diselamatkan oleh Dinas Sosial Kota Pontianak serta kemudian diberikan perawatan untuk dipulihkan kembali kesehatannya. (FOTO ANTARA/Jessica Helena Wuysang)

permasalahan gizi buruk tidak semata-mata berkaitan dengan faktor ekonomi

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harisson mengatakan, sampai 2019 ini, angka kasus gizi buruk di Kalbar masih terbilang tinggi dibanding target RPJMN 2019.

"Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada Tahun 2018, gizi buruk dan gizi kurang pada bayi bawah lima tahun (Balita) di Kalimantan Barat capai angka 23,8 persen, atau di atas rata-rata nasional 19 persen," katanya di Pontianak, Selasa.

Dari angka itu,  angka gizi buruk mencapai 5,24 persen, gizi kurang mencapai 18,59 persen. Sementara rata-rata nasional angka gizi buruk 3,9 persen dan gizi kurang 13,8 persen.

Menurutnya, angka tersebut masih tinggi bila dibandingkan dengan target RPJMN yang harusnya hanya mencapai 19 persen.

Namun, melalui aplikasi gizi buruk dan gizi kurang yang diterapkan di Kalbar ternyata angkanya mencapai 19 persen atau sama dengan target RPJMN.

Dia menjelaskan, pencatatan gizi buruk yang dilakukan melalui Eletronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e- PPGBM), merupakan aplikasi pencatatan dan pelaporan yang digunakan mencatat data sasaran individu dan penimbangan atau pengukuran sehingga bisa diketahui langsung bila ada balita yang bermasalah dengan status gizinya.

"Permasalahan gizi buruk tidak semata-mata berkaitan dengan faktor ekonomi. Kondisi gizi buruk lebih disebabkan kurangnya pengetahuan keluarga yang belum memahami pentingnya asupan gizi bagi anak," tuturnya.

Ia mengakui jika pihaknya selalu melatih bagaimana petugas gizi memberdayakan keluarga agar memahami bagaimana asupan makanan yang baik yang layak dikonsumsi sehingga cukup gizi bagi keluarga.

"Faktor lainnya disebabkan penyakit infeksi. Sementara penyakit itu sangat dipengaruhi kesehatan lingkungan," cetusnya.

Mantan Kadinkes Kabupaten Kapuas Hulu itu mencontohkan akses keluarga terhadap air bersih jika air bersih kurang, maka anak bisa rentan terkena penyakit.

"Misalnya terkena diare, jika sering sakit, maka anak itu bisa mengalami gizi kurang,” tegasnya.

Terkait kesehatan lingkungan, berkaitan dengan akses pada sanitasi terutama yang tidak baik juga bisa menjadi penyebab sumber penyakit.

Ia juga mengakui daerah-daerah di Kalbar yang angka gizi buruk dan gizi kurang tinggi berkaitan dengan akses air bersih dan sanitasi yang belum baik.

​​​​​​​Harisson mengatakan, pemerintah kabupaten/kota berperan sangat besar untuk memperbaiki kualitas air dan sanitasi.

​​​​​​​"Meski demikian untuk pembangunan lingkungan yang sehat perlu kerjasama lintas sektoral. Jadi semua keroyokan untuk menurunkan angka itu," katanya.

 

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019