• Beranda
  • Berita
  • Dalam FCE 2019, Indonesia pelopori pengajuan draf resolusi PBB

Dalam FCE 2019, Indonesia pelopori pengajuan draf resolusi PBB

3 September 2019 19:21 WIB
Dalam FCE 2019, Indonesia pelopori pengajuan draf resolusi PBB
Staf Ahli Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Ina H. Krisnamurthi saat presentasi dalam forum FCE 2019, di Nusa Dua, Bali pada (3/9/2019). Antara/Ayu Khania Pranisitha

Resolusi ini harapannya adalah pengakuan Internasional bahwa ekonomi kreatif memberikan sumbangan yang besar kepada pencapaian tujuan pembangunan Global yaitu Sustainable Development Goals, jadi berupa pengakuan terhadap ekonomi kreatif sebagai suatu

Indonesia dalam kegiatan The Friends of Creative Economy Meeting 2019, mempelopori pengajuan draf resolusi PBB melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia di New York, di bidang kreatif ekonomi yang isinya terkait dengan International Year of Creative Economy for Sustainable Development 2021.

"Resolusi ini harapannya adalah pengakuan Internasional bahwa ekonomi kreatif memberikan sumbangan yang besar kepada pencapaian tujuan pembangunan Global yaitu Sustainable Development Goals, jadi berupa pengakuan terhadap ekonomi kreatif sebagai suatu sektor ekonomi yang penting dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan," kata Staf Ahli Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Ina H. Krisnamurthi, di Nusa Dua, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa saat ini Indonesia perlu untuk terus-menerus mendorong negara-negara di dunia agar ikut mendorong tercapainya tahun internasional ekonomi kreatif pada 2021.

Selain itu, draft resolusi juga bermaksud untuk membangun kesadaran global mengenai arti penting ekonomi kreatif dalam mendorong pembangunan yang inklusif pada semua tingkatan. Untuk itu, Indonesia mengundang semua negara anggota untuk memberikan dukungan dan mempertimbangkan menjadi co-sponsor dari draf resolusi ini.

Senada dengan hal tersebut, Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI, Endah Wahyu Sulistianti, mengatakan dukungan juga datang dari lembaga - lembaga Internasional, seperti UNESCO, UNDP dan UNDACT.

"Kita selama ini setiap negara fokusnya beda-beda, definisi yang dipakai juga beda, Indonesia definisinya sama dengan UK, creative industry, kalau Amerika Latin pakai definisi orange economy, ada juga culture economy dan digital economy. Sebenarnya nggak apa beda tapi kalau misalnya PBB sebagai lembaga yang paling legitimate menetapkan definisi ekonomi kreatif dalam resolusi, semua fokusnya sama itu lebih baik," jelasnya.

Endah menuturkan bahwa ekonomi kreatif yang ditekankan di sini adalah proses peningkatan nilai tambah ekonomi yang bersumber dari kreativitas yang dilindungi hak kekayaan intelektual nya dan juga bersumber dari budaya dan inovasi.

"Dengan begitu, setiap negara bisa mendorong pertumbuhan ekonominya dengan nilai tambah ekonomi kreatif, selain itu juga harus memfasilitasi dan membangun ekosistem mulai dari edukasi capacity building, dan akses to finance," kata Endah
 

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019