Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menyangsikan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat meredam ketegangan lantaran justru menimbulkan ketidakpastian untuk masyarakat paling timur Indonesia itu yang sulit mendapat informasi.Ada fitnah atau hoaks ya hoaks yang diperangi
"Apakah kita mampu meredam ketegangan dengan membuat ketidakpastian? Tidak ada teorinya. Yang ada adalah meredam ketegangan dengan memberikan kepastian, informasi yang pasti, semua saluran dibuka," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta, Selasa.
Menurut Anam, kebijakan pemerintah dan imbauan tidak dapat disalurkan secara masif kepada masyarakat Papua karena pemblokiran data internet.
Pemerintah tidak dapat menjangkau masyarakat hingga ke desa-desa sehingga saat komunikasi ditutup, masyarakat dikhawatirkan semakin dalam kebingungan saat terjadi kericuhan.
"Ada fitnah atau hoaks ya hoaks yang diperangi," ucap Anam.
Dalam menyelesaikan masalah di Papua, Komnas HAM menegaskan tidak boleh dengan cara menciptakan ketegangan berikutnya.
"Ini kan ruang publik, bagaimana pemerintah mengelola harus dipertanggungjawabkan kepada publik," kata dia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika akan membuka pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat secara bertahap mulai Rabu (4/9).
Sementara pemblokiran layanan data telekomunikasi di Papua dan Papua Barat dilakukan sejak 21 Agustus 2019 karena kericuhan pecah di sejumlah daerah saat demonstrasi terkait rasial digelar.
Hingga 1 September 2019, Kominfo mendeteksi terdapat setidaknya 500 ribu URL atau kanal yang digunkaan untuk mengirim hoaks. Selama internet ditutup aksesnya, masyarakat daerah itu hanya dapat menggunakan layanan telepon dan SMS.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019