Peneliti dari Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Damardjati Kun Marjanto mengatakan penari di Bali tak menjadikan tarian tradisional sebagai penghasilan utama mereka.mereka menganggap menari merupakan persembahan kepada Tuhan
Hal itu disampaikan Damardjati dalam Forum Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta pada Rabu.
"Hasil penelitian menunjukkan 57 persen responden mengatakan motivasi mereka menari adalah untuk melestarikan tari tradisi Bali, sedangkan 43 persen menari karena hobi. Namun saat ditanya tentang motif ekonomi mereka tidak menjawab," katanya.
Ia menjelaskan, tidak adanya keinginan mendapatkan uang dari menari, ditengarai karena masyarakat Bali menganut filosofi ngayah.
"Mereka menganggap menari merupakan persembahan kepada Tuhan. Mereka percaya, dengan keikhlasan maka semuanya akan dibalas oleh Yang Maha Kuasa," katanya.
Damardjati mengatakan rendahnya motif ekonomi dalam menari, maka tak banyak penari yang menjadikan profesinya sebagai pendapatan utama.
Menurut penelitiannya, sebanyak 54 persen penari berpenghasilan di bawah Rp500 ribu, 24 persen penari tidak berpenghasilan, 15 persen berpenghasilan Rp500 hingga Rp1 juta dan hanya sekitar satu persen penari berpenghasilan di atas Rp3 juta.
Sementara itu maestro tari tradisi Bali Bulantrisna Djelantik mengatakan tari tradisi Bali ada tiga genre yaitu Wali, Bebali dan Balih-balihan.
Wali merupakan kategori tari sakral yang hanya bisa dipentaskan di halaman dalam pura sebagai bagian dari upacara keagamaan.
Sementara Balih-balihan merupakan aktegori tari yang biasanya dipentaskan di halaman tengah pura, kemudian Bali-balihan adalah tari pertunjukan murni yang dapat ditampilkan di luar pura atau tempat pertunjukan lainnya.
"Untuk filosofi ngayah dapat diterapkan pada tari Wali dan Bebali, namun untuk tari Bali-balihan boleh saja para penari mendapat bayaran atas nama profesionalisme," katanya.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019