"Ya, mungkin untuk sementara ini, saya kira wajar hal itu dilakukan karena itu juga demi keselamatan mereka sendiri (WNA)," kata Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Gedung MPR-DPR, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Densus deteksi adanya jaringan ISIS di Papua
Baca juga: Wiranto jelaskan konspirasi Benny Wenda terkait kerusuhan Papua
Baca juga: Wiranto: Masih ada provokasi anarkis di Papua
Baca juga: Wiranto: Panglima-Kapolri berkantor di Papua agar tepat ambil langkah
Baca juga: Wiranto: Warga asing tidak dilarang ke Papua, tetapi dibatasi
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan pembatasan masuknya WNA tersebut, sekaligus juga dalam rangka memulihkan keamanan dan ketertiban di Papua.
Menurut Fadli, sebenarnya kebijakan bebas visa masuk Papua diterapkan terburu-buru, sebab mestinya ada kajian terlebih dulu.
"Untuk kepentingan apa? Bukan berarti tidak bebas, kecuali untuk kegiatan yang pariwisata, ecotourism, itu saya kira harus kita dukung," katanya.
Akan tetapi, kata dia, di luar kepentingan pariwisata harus ada seleksi terhadap warga asing yang akan masuk ke Papua.
"Karena mungkin ada pihak-pihak yang berkeinginan melakukan tindakan-tindakan di luar keinginan kita, termasuk memberitakan berita yang tidak benar," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan warga negara asing (WNA) tidak dilarang datang ke Papua, melainkan hanya dibatasi.
Menurut dia, langkah pembatasan WNA itu untuk mencegah masuknya provokator yang ingin memperkeruh suasana di Papua dan Papua Barat yang kian kondusif dan demi keselamatan mereka sendiri.
Dengan pembatasan itu, kata dia, warga asing yang ingin ke Papua harus melalui persyaratan-persyaratan tertentu dan melewati skrining.
Jika situasi di Papua dan Papua Barat sudah benar-benar kondusif seperti sediakala, kata dia, warga asing justru didorong untuk berwisata ke Papua.
"Nanti kalau sudah kondusif, sudah damai, kita suruh masuk. Ayo ke Raja Ampat sana, devisa masuk. Dulu juga nggak ada pembatasan. Ya, kita minta maaf, tapi itu harus kita lakukan," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019