KPK minta Presiden Jokowi bertindak

6 September 2019 18:24 WIB
KPK minta Presiden Jokowi bertindak
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. ANTARA/Desca Lidya Natalia/pri

Presiden Abdurahman Wahid merancang KPK, Presiden Megawati Soekarno Putri melahirkan KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi KPK dan jangan sampai sejarah mencatat KPK mati pada masa Presiden Joko Widodo."

Pimpinan dan pegawai KPK melakukan aksi untuk meminta agar Presiden Joko Widodo bertindak agar tidak menjadikan calon yang melanggar etik menjadi pimpinan KPK dan menghentikan revisi Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Aksi tersebut dilakukan di depan kantor KPK dengan penyampaian orasi beberapa pegawai dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, pembacaan pernyataan sikap serta membuat rantai manusia mengelilingi gedung Merah Putih KPK.

Baca juga: KPK: Beberapa poin revisi UU KPK tidak sesuai Piagam PBB

Baca juga: KPK kirim surat kepada Presiden soal permasalahan revisi UU KPK

Baca juga: Laode M Syarif minta revisi UU KPK transparan


"Hanya satu permintaan kami, yaitu agar Bapak Presiden Joko Widodo bertindak dan memainkan peran sebagaimana pemimpin negara sebelumnya dengan tidak menjadikan calon yang diduga melakukan pelanggaran etik berat untuk menjadi pimpinan KPK dan hentikan revisi UU KPK," kata pegawai KPK Henny Mustika Sari saat aksi di depang gedung KPK Jakarta, Jumat.

Aksi itu dihadiri sekitar 1000 orang pegawai KPK yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan sejumlah poster yang menyuarakan keinginan mereka.

Menurut pimpinan dan pegawai KPK, revisi UU KPK yang diusulkan DPR setidaknya memuat 15 persoalan yang memungkinkan pelemahan KPK.

"Presiden tidak dapat menghindar dari persoalan rencana revisi UU KPK maupun lolosnya calon pimpinan yang diduga melakukan pelanggaran etik berat. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, proses pembahasan RUU KPK tidak dapat dilakukan tanpa adanya persetujuan Presiden RI melalui Surat Presiden sesuai dengan ketentuan perundangan berlaku," tambah Henny.

Sedangkan, soal calon pemimpin KPK yang diduga melakukan pelanggaran etik berat yang masih lolos, Presiden pun secara terburu-buru menyerahkan nama kepada DPR RI padahal Presiden sendiri telah mengatakan akan mendengarkan masukan dari masyarakat.

"Partai yang mendukung Presiden pun menjadi mayoritas sehingga sangat mungkin untuk mengarahkan agar terpilihnya calon yang berintegritas," tambah Henny.

Berbagai upaya pelemahan telah dialami KPK melewati berbagai masa pemerintahan.

Baca juga: Presiden Jokowi harap DPR dapat perkuat KPK

Baca juga: Agus Rahardjo: KPK berada di ujung tanduk

Baca juga: Revisi UU KPK dinilai salahi ketentuan


"Presiden Abdurahman Wahid merancang KPK, Presiden Megawati Soekarno Putri melahirkan KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi KPK dan jangan sampai sejarah mencatat KPK mati pada masa Presiden Joko Widodo," tegas Henny.

Tanpa hadirnya UU KPK yang memastikan KPK tetap independen serta pimpinan KPK yang harus bersih segala persoalan integritas, KPK telah mati.

"Untuk itu, hari ini kami lebih dari 1000 insan KPK yang ada di gedung ini bersepakat menghentikan kerja sejenak sebagai pertanda KPK telah mati dan bersama-sama berduka pada hari ini," ungkap Henny.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019