"Pemberantasan buta aksara pada segmen populasi ini akan sangat sulit, tetapi profilnya sudah semakin jelas, yaitu mayoritas berada di Indonesia bagian timur, tinggalnya di pedesaan dan di kantong-kantong kemiskinan, umumnya perempuan dan umurnya di atas 45 tahun," katanya pada peringatan Hari Aksara Internasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2018 masih ada enam provinsi di Indonesia dengan angka buta aksaranya lebih dari empat persen, yaitu Papua (22,88 persen), Nusa Tenggara Barat (7,51 persen), Nusa Tenggara Timur (5,24 persen), Sulawesi Barat (4,64 persen), Sulawesi Selatan (4,63 persen), dan Kalimantan Barat (4,21 persen).
Pemberantasan buta aksara di provinsi-provinsi itu, Muhadjir mengatakan, akan signifikan menurunkan angka buta aksara di Indonesia.
"Tugas kita bersama untuk menuntaskan buta aksara dan membebaskan bangsa ini dari kebutaaksaraan, harus terus kita lakukan. Jika kita mampu membebaskan diri dari buta aksara secara keseluruhan, maka kita bisa berharap kualitas sumber daya manusia di seluruh Indonesia akan semakin meningkat," katanya.
Ia mengatakan bahwa tantangan masa depan semakin berat dan bekal kemampuan membaca, menulis, dan berhitung saja tidak akan cukup untuk menghadapinya.
Selain keterampilan membaca dan menulis, ada lima literasi dasar lain yang mesti dikuasai, yakni literasi numerasi, literasi digital, literasi finansial, literasi sains, serta literasi budaya dan kewargaan.
"Gerakan Pemberantasan Buta Aksara di seluruh dunia mungkin akan segera bergeser menjadi gerakan penguasaan enam literasi dasar tersebut," kata Muhadjir.
Ia menghimbau seluruh pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Tanah Air menyelenggarakan peringatan Hari Aksara Internasional di daerah masing-masing untuk untuk menguatkan kembali komitmen bersama pemerintah dan seluruh komponen masyarakat dalam memberantas buta aksara dan membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga mengimbau seluruh keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan dan menguatkan budaya literasi.
"Orang tua perlu mengenalkan buku sejak dini. Sediakan waktu untuk membacakan buku atau cerita kepada anak-anak. Kemudian sekolah harus berperan aktif mengadakan berbagai kegiatan literasi bersama siswa dan juga masyarakat dapat mengambil peran dengan ikut menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya budaya literasi," katanya.
Baca juga:
Kemendikbud kemas penuntasan buta aksara dengan budaya
Empat daerah dapat anugerah karena sukses tuntaskan buta huruf
Pewarta: Indriani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019