• Beranda
  • Berita
  • Revisi UU KPK, Legislator: tidak muncul tiba-tiba

Revisi UU KPK, Legislator: tidak muncul tiba-tiba

7 September 2019 19:51 WIB
Revisi UU KPK, Legislator: tidak muncul tiba-tiba
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. ANTARA/Desca Lidya Natalia/pri
Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan bahwa usulan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan sesuatu yang muncul secara tiba-tiba.

Dia mengatakan dirinya telah membahas mengenai revisi UU KPK sejak lama. Dijelaskannya bahwa para anggota DPR tidak semata-mata langsung setuju terhadap usulan revisi UU tersebut.

"Ini usulan yang sudah beberapa tahun lalu. Kan ngobrol dulu, idenya disamakan dulu berbagai perbedaan itu," kata Masinton di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Revisi UU KPK, Pengamat: dewan pengawas hambat KPK

Adanya pandangan bahwa DPR memaksakan agar revisi ini harus selesai sebelum anggota DPR baru dilantik, menurutnya hal tersebut tidak ada yang salah.

"Ya kan masalah waktu saja. Mau di awal, atau di akhir jabatan, itu terserah," katanya.

Baca juga: Revisi UU KPK, Pengamat: Jokowi bisa tolak pembahasan

Terkait poin-poin revisi UU KPK yang menjadi kontroversi, menurut Masinton tujuannya bukan untuk melemahkan atau membatasi kewenangan KPK.

Ia merinci tentang usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK, Masinton berpendapat, Dewan Pengawas diperlukan untuk mengawasi kinerja KPK agar sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Sementara soal penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus yang mangkrak, tujuannya agar pihak-pihak yang terjerat kasus di KPK mendapatkan kepastian dan keadilan.

"Agar masyarakat yang berurusan dengan KPK memperoleh kepastian dan keadilan," katanya.

Juga tentang pembatasan kewenangan penyadapan diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

"Itu (kewenangan penyadapan) diatur agar tidak terjadi abuse of power. Contohnya kita mendengar pimpinan KPK disadap KPK sendiri, lalu ada kasus papa minta saham, kasus perempuan dalam perkara yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang disidik. Penyadapan harus sesuai dengan materi perkara yang disidik KPK," katanya.

Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK yang diajukan Badan Legislasi (Baleg) telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR pada sidang paripurna pada 5 September 2019.

Baleg akan mempercepat pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum pada masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 habis.

Beberapa poin revisi UU KPK menyangkut beberapa hal antara lain mengenai kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat eksekutif atau pemerintahan, status para pegawai KPK, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penyadapan KPK dilakukan setelah mendapat izin dari dewas, KPK harus menghentikan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3. 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019