"DPR, pada akhir masa jabatannya, semestinya fokus untuk menyelesaikan agenda Prolegnas yang sudah dibuat dan disepakati," kata Rektor UII Fathul Wahid saat membacakan pernyataan sikap sivitas akademika UII di kampus Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Senin.
Sejauh ini, menurut dia, publik memberikan catatan bahwa DPR terlalu sering meleset dalam pencapaian target legislasi.
Ia mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR, sehingga proses pembahasan revisi UU KPK tidak dapat dilaksanakan.
Presiden Jokowi, kata dia, harus fokus pada RUU yang sudah masuk sebagai prioritas dalam Prolegnas 2019 yang sudah disepakati bersama DPR.
"Kami juga mengharapkan Presiden Jokowi menepati janjinya untuk melakukan penguatan KPK dalam rangka mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Fathul.
Ia mengemukakan, ada beberapa alasan sivitas akademika UII menolak revisi UU KPK, di antaranya pembentukan dewan pengawas akan mengganggu independensi KPK. Selain itu, kewenangan penyadapan yang harus seizin dewan pengawas akan menghambat kinerja KPK dalam mengungkap kejahatan korupsi.
"KPK merupakan institusi yang lahir dari 'rahim' reformasi. Setidaknya ada tanggung jawab besar bagi negara untuk merawat dan membesarkan institusi itu dalam melaksanakan agenda pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.
Dalam pernyataan sikapnya, sivitas akademika juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, akademisi, pers, organisasi kemasyarakatan, kelompok masyarakat sipil, dan pihak lain untuk mengawal pelaksanaan tugas Pemerintah dan DPR terutama untuk memastikan dibatalkannya rencana revisi atas UU KPK.
"Pernyataan sikap itu kami buat dan sampaikan sebagai bagian dari tanggung jawab moral kaum terpelajar. Semoga agenda pemberantasan korupsi masih menjadi semangat seluruh rakyat Indonesia dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial," kata Fathul.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019