• Beranda
  • Berita
  • "Lead time" panjang, daya saing tekstil Indonesia merosot

"Lead time" panjang, daya saing tekstil Indonesia merosot

9 September 2019 17:50 WIB
"Lead time" panjang, daya saing tekstil Indonesia merosot
CEO Busana Apparel Group Maniwanen (tengah kanan) dan Ketua Umum API Ade Sudrajat (tiga dari kanan) pada diskusi yang digelar di Menara Kadin Jakarta, Senin. (Mentari Dwi Gayati)

Kita masih punya banyak ruang untuk tumbuh, hanya ekosistemnya yang harus kita perbaiki

CEO Busana Apparel Group Maniwanen menyebutkan bahwa waktu proses (lead time) dari tahap pembuatan hingga distribusi garmen menjadi hambatan yang mengakibatkan industri tekstil Indonesia kurang dapat berdaya saing di pasar internasional.

Maniwanen yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) itu menjelaskan bahwa lead time dari produksi tekstil di Indonesia bisa memakan waktu hingga 120 hari, sedangkan negara lain bisa mencapai 60 hari.

"Ada satu kekurangan di Indonesia yang perlu dicatat adalah kita memiliki lead time yang terlalu panjang karena bahan baku kita impor. Untuk mencapai 60 hari, kita harus punya produk seluruhnya dari dalam negeri," kata Maniwanen pada acara diskusi di Menara Kadin Jakarta, Senin.

Sementara itu, industri fast fashion saat ini sedang berkembang pesat di berbagai negara, terutama pesaing Indonesia seperti China, Vietnam, Bangladesh, dan Sri Lanka.

Ia menjelaskan bahwa selain bahan baku yang masih harus diimpor, iklim investasi di Indonesia juga perlu diperhatikan agar peluang dari relokasi industri di China dapat diambil oleh Indonesia.

Menurut dia, jika Indonesia tidak membenahi iklim investasi dengan peraturan hulu yang fleksibel, didukung dengan biaya energi (listrik) yang lebih murah, peluang investasi untuk sektor tekstil dapat disalip oleh Kamboja, Myanmar, bahkan Ethiopia.

Ketua Umum API Ade Sudrajat menyebutkan bahwa Indonesia sendiri baru menguasai pangsa pasar sekitar 1,8 persen dari tekstil dunia.

"Kita masih punya banyak ruang untuk tumbuh, hanya ekosistemnya yang harus kita perbaiki," kata Ade.

Busana Apparel Group sendiri telah melakukan ekspansi pabrik tekstil ke Ethiopia untuk mengejar pasar ekspor hingga ke Amerika Serikat.

Maniwanen memaparkan bahwa ekspor garmen dari Indonesia ke AS dikenakan bea masuk sebesar 32 persen untuk produk bahan polyester dan 13 persen untuk katun. Sementara itu, AS tidak mengenakan bea masuk untuk produk yang sama dari Ethiopia.

"Ethiopia memiliki duty free untuk polyester ke Amerika. Jadi buyer-buyer kita minta kita untuk ekspansi ke sana, tetapi tidak mungkin relokasi. Justru yang ada jika Indonesia punya iklim industri bagus, banyak investasi yang masuk ke sini," kata dia.
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019