• Beranda
  • Berita
  • Masyarakat Sampit masih lestarikan tradisi membuat bubur asyura

Masyarakat Sampit masih lestarikan tradisi membuat bubur asyura

10 September 2019 20:31 WIB
Masyarakat Sampit masih lestarikan tradisi membuat bubur asyura
Warga bergotong-royong membuat bubur asyura di depan Masjid Al Madinatul Mubaraqah Sampit, Selasa (10/9/2019). (ANTARA/HO/Dokumentasi Pribadi)
Masyarakat di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah masih melestarikan tradisi membuat dan berbagi bubur asyura pada 10 Muharam atau sering disebut Hari Asyura.

"Bubur asyura ini selalu ditunggu masyarakat. Meski tidak diumumkan, masyarakat sudah tahu dan pasti datang saat pembagian bubur asyura," kata Muhammad Yunus, salah seorang panitia di Sampit, Selasa.

Baca juga: Kaum muslim Kalsel bergotong royong buat Bubur Asyura

Tradisi memperingati Hari Asyura merujuk pada sejarah Islam. Banyak kejadian pada 10 Muharam, di antaranya hari penciptaan alam semesta, hari saat Nabi Nuh diselamatkan dari banjir bandang, hari saat Nabi Musa melintasi Laut Merah terbelah ketika dikejar tentara Fir`aun.

Hari Asyura juga saat Nabi Ibrahim selamat dari pembakaran oleh Raja Namrud, hari saat Nabi Yunus ke luar dari perut ikan dan kejadian penting lainnya.

Memasak bubur asyura sama seperti masak bubur biasanya. Hanya, bahan yang dicampur dalam membuat bubur asyura, biasanya dilengkapkan 41 jenis bahan dan rempah-rempah seperti sayur dan kacang-kacangan ditambah daging dan telur.

Dana membuat bubur asyura merupakan sumbangan dari para dermawan. Setelah masak, bubur asyura dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Sebagian disisakan untuk buka puasa bersama di masjid bagi warga yang melaksanakan puasa sunah di Hari Asyura.

Senin pagi hingga sore, pembuatan bubur asyura dilaksanakan di dua lokasi di Sampit, yakni di depan Masjid Al Madinatul Mubaraqah atau sering disebut Masjid Kota sebanyak 130 kilogram beras dan Jalan Juanda sebanyak 50 kilogram.

Pembuatan bubur asyura menjadi momen yang menjadi perhatian. Warga yang umumnya kaum pria, bergotong royong memasak bubur menggunakan wajan atau kuali besar.

"Di depan Masjid Kota dibagikan setelah Zuhur, sedangkan di Jalan Juanda dibagikan setelah Ashar. Pembagian itu cuma sebentar karena memang selalu ditunggu warga," kata Yunus.

Masniah, salah seorang warga berharap tradisi ini tetap dilestarikan. Terlepas dari beragam pendapat tentang awal mula tradisi ini, dia menilai pembuatan dan pembagian bubur asyura memberikan banyak manfaat positif.

"Ini menjadi momen mempererat silaturahim dan kebersamaan. Masyarakat yang mendapatkan bubur juga senang karena bisa menikmati bubur dengan rasa khas dan hanya dibuat saat Hari Asyura," kata Masniah.
 

Pewarta: Kasriadi/Norjani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019