"KPK perlu dibenahi, jangan KPK itu seperti lembaga tinggi negara. Ini perlu ada hal-hal yang diatur ulang supaya semua bisa dipertanggungjawabkan," kata Huda melalui siaran pers, Selasa.
Baca juga: Pengamat: Tak hadiri rapat DPR RI, cara Jokowi tolak revisi UU KPK
Huda melihat sejauh ini KPK merasa seperti lembaga tertinggi negara.
Ia pun menyoroti penyadapan yang dilakukan KPK. Menurut dia, penyadapan itu bagian dari penyelidikan dan penyidikan sehingga pengawasannya melalui peradilan sistem pidana yang masuk ke dalam hukum acara.
Baca juga: Revisi UU KPK, DEEP: Membuat anggota DPR kebal hukum
"Hukum acaranya ada tidak tentang penyadapan ini? Enggak ada. Jadi di sini perlu revisi UU KPK tentang hukum acara bagaimana menyadap," katanya.
Karena, kata dia, KPK selalu berpedoman kepada KUHAP ketika menangkap dan menahan para koruptor. Akan tetapi, dalam penyadapan ini tidak jelas hukum yang dipakai oleh KPK sebab KUHAP tidak mengatur hal tersebut.
Baca juga: Abraham Samad berharap Presiden hentikan upaya DPR revisi UU KPK
"Jadi, urusan penyadapan ini perlu diatur ulang seperti apa sebaiknya hukum acaranya, supaya akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Ini kan tidak pernah bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitas KPK menyadap, makanya bisa disalahgunakan," katanya.
Huda juga menyoroti tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang kerap dilakukan oleh KPK namun tidak ada aturannya dalam KUHAP.
Dengan demikian Huda menilai bahwa perlu ada pembenahan untuk KPK. Namun demikian harus diwaspadai jika ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan revisi ini.
"Jadi, harus tetap ada yang dibenahi, cuma yang mana yang harus dibenahi. Bukan tidak mungkin masuk kepentingan para mantan koruptor atau para calon koruptor dalam revisi ini," ujarnya.
Huda menilai harus ada transparansi dalam pembahasan revisi UU KPK.
"Jangan sampai ada yang menunggangi atau koruptor turut terlibat untuk melakukan perlawanan balik," katanya.
Ia meminta agar sosok konseptor revisi UU KPK disebutkan dan pasal yang akan diubah harus disertai dengan alasan sehingga semua dapat dijelaskan secara transparan.
Ia menjelaskan KPK memiliki banyak kewenangan, maka perubahan terhadap poin UU KPK pun harus jelas. Misal, kata dia, pengawasan terhadap kewenangan KPK sebagai penyelidik, penyidik, penuntut umum itu tidak diperlukan perubahan.
“Karena, itu ada lembaganya di dalam sistem peradilan pidana, namanya praperadilan. Tapi kalau pengawasan berkenaan dengan kewenangan koordinasi, kewenangan supervisi, kewenangan pengambilalihan, kewenangan pencegahan. Nah, itu perlu pengawasan," katanya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019