Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita mengatakan India menyetujui untuk menyamakan bea masuk minyak sawit olahan yang telah disuling (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil/ RBDPO) asal Indonesia dengan bea masuk yang dibebankan ke Malaysia.
Hal itu dikatakan Enggartiasto di hari terakhir Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (Asean Economic Ministers' Meeting/AEM) ke-51 pada Selasa (10/9) malam di Bangkok, Thailand.
Permintaan penyamaan bea masuk RBDPO dengan Malaysia itu menjadi salah satu permintaan akses pasar Indonesia ke India. Di samping itu, Jakarta juga meminta New Delhi menghilangkan hambatan ekspor emas ke negara berpopulasi 1,3 miliar penduduk itu.
"Saya sekali lagi sampaikan untuk penyamaan bea masuk produk olahan kelapa sawit RBDPO. India bilang segera," kata Enggartiasto.
Bahkan di hari terakhir AEM ke-51 pada Selasa malam, Enggar mendapat jawaban langsung dari Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Piyush Goyal bahwa secara administrasi, bea masuk RBDPO Indonesia dan Malaysia sudah disetarakan dalam keputusan di sela AEM ke-51.
Menurut Enggar, GoyaL juga berjanji untuk meninjau hambatan ekspor emas dari Indonesia. Hambatan itu antara lain syarat adanya bank garansi (bank guarantee) untuk ekspor emas dari RI. Pemerintah Indonesia meminta India mengevaluasi penerapan syarat bank garansi tersebut.
Permintaan penyamaan tarif bea masuk RBDPO Indonesia dan Malaysia sebelumnya dilontarkan Enggar pada pertemuan bilateral dengan Goyal di sela AEM pada MInggu (8/9) di Bangkok, Thailand. Enggar meminta Goyal menyamakan tarif itu dengan menurunkan bea masuk RBDPO Indonesia ke India.
Penyamaan tarif RBDPO sebenarnya komitmen Indonesia dan India di bawah perjanjian ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). India selama ini memberikan keringanan bea masuk RBDPO kepada Malaysia karena kedua negara itu memiliki perjanjian perdagangan bilateral "India and Malaysia Implement Comprehensive Economic Cooperation Agreement" (IMCECA).
Bea masuk yang berlaku di AIFTA adalah 50 persen, sedangkan di IMCECA lebih rendah lima persen yakni 45 persen.
Untuk menyeimbangkan transaksi itu, Indonesia juga menawarkan India untuk akses pasar bagi India untuk ekspor gula mentah.
Indonesia mengakomodasi impor gula mentah dari India dengan menurunkan standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) gula mentah untuk gula kristal rafinasi yang diimpor dari 1.200 menjadi 200.
Gula mentah asal India dinilai memiliki kualitas yang baik. Selama ini kebutuhan gula mentah Indonesia dipasok dari dua negara, yaitu Australia dan Thailand. Upaya tersebut pun diakui mendapat respon positif oleh Pemerintah India.
Adapun pada 2018, India merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 dan negara sumber impor ke-9 bagi Indonesia. Total Perdagangan Indonesia-India pada 2018 mencapai 18,7 miliar dolar AS, dengan ekspor Indonesia ke India sebesar 13,7 miliar dolar AS dan impor sebesar 5,0 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia surplus sebesar 8,7 miliar dolar AS.
Produk ekspor utama Indonesia ke India pada 2018 adalah batu bara sebanyak 5,37 miliar dolar AS, minyak kelapa sawit dan turunannya 3,56 miliar dolar AS, karet alam 429,2 juta dolar AS, bijih tembaga dan konsentratnya 414,9 juta dolar AS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019