"Sistem ini memang masih jauh dari sempurna, karena memang baru dimulai, namun terus disempurnakan. Dengan SINTA pula, diharapkan daya saing jurnal dan publikasi ilmiah dapat meningkat tajam dalam beberapa tahun ke depan," ujar Menristekdikti saat membuka SINTA Award di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan salah satu permasalahan yang masih dihadapi adalah belum sebandingnya jumlah mahasiswa dan jumlah dosen dengan jumlah publikasi yang dihasilkan. Serta kurang dikenalnya penelitian peneliti lokal di tingkat global. Hal itu diakibatkan rendahnya publikasi global para peneliti tersebut.
"Publikasi ilmiah memagang peranan sangat penting sebagai bukti pertanggungjawaban ilmiah hasil penelitian, sehingga dapat dikenal luas secara global,"kata dia.
Jumlah publikasi ilmiah Indonesia ditingkat Asia Tenggara untuk tahun 2018 di Scopus sebanyak 34.007 jurnal. Peringkat tersebut menempati posisi pertama diikuti Malaysia sebanyak 33.286 jurnal. Untuk 2019, jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia sebanyak 19.916 jurnal.
SINTA merupakan sistem pengukuran kinerja Iptek yang meliputi, kinerja peneliti, penulis, kinerja jurnal, dan kinerja institusi Iptek.
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, mengatakan dalam waktu kurun satu tahun SINTA telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dari sisi kuantitas dan kualitas.
"Hingga saat ini, telah terdaftar lebih dari 177.000 dosen dan peneliti, 4.776 lembaga, 2.720 jurnal, 26.588 buku, dan 2.543 kekayaan intelektual yang sudah masuk terindeks di SINTA," kata Dimyati.
Pihaknya juga meningkatkan integrasi data dengan menggandeng Perpustakaan Nasional untuk buku, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual untuk paten dan hak cipta, serta Web of Science. Sebelumnya integrasi data hanya dengan Google Scholar dan Scopus.
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019