"UU BPK pasal 14 menyebutkan, bahwa anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD," kata Abdul Rachman Thaha melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: KP3I desak DPR, seleksi capim BPK sesuai persyaratan formal
Baca juga: Seorang capim KPK diketahui melamar jadi anggota BPK
Baca juga: Ahli hukum sebut audit investigasi oleh BPK tetap butuh konfirmasi
Menurut Abdul Rachman Thaha, dalam UU BPK juga mengatur bahwa pertimbangan DPD RI disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR RI.
Karena DPR RI dinilai tidak melaksanakan amanah UU BPK ini, menurut Rachman, maka anggota BPK hasil seleksi DPR tahun 2019 statusnya adalah cacat hukum. Konsekuensinya, semua keputusan dan produk BPK yang akan dihasilkan oleh anggota terpilih adalah cacat hukum sehingga bisa dipermasalahkan di kemudian hari.
"Tidak ada satu instansi pun yang boleh mengabaikan undang-undang, termasuk DPR RI," katanya.
Abdul Rachman menegaskan, masih ada kesempatan bagi DPR RI untuk mengevaluasi proses seleksi anggota BPK periode 2019-2024 ini, karena belum ada anggota BPK yang terpilih.
Anggota DPD RI periode 2019-2024 dari Sulawesi Tengah ini berharap, DPR RI dan DPD RI dapat saling menghormati kewenangan yang ada, termasuk dalam seleksi calon anggota BPK. "Ke depannya diharapkan kedua DPR-DPD bisa lebih bersinergi mengawal bangsa Indonesia," katanya.
Menurut Abdul Rachman, DPR RI dan DPD RI merupakan dua lembaga tinggi negara yang dibentuk dan bekerja berdasarkan konstitusi, sehingga keduanya harus saling menghormati dan melengkapi.
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI telah melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada 2-5 September, terhadap 32 calon anggota BPK yang belum mendapatkan pertimbangan dari DPD RI.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019