Sebuah meja panjang menghadap dapur yang terbuka, kursi-kursi berjejer di sisi lain. Tujuh kompor kecil berada di atas meja beserta koki yang siap memasak sambil menjelaskan cara memakan sukiyaki don pada tamu yang datang.
Restoran di Central Park Mal, Jakarta, ini dibuat mungil, bisa menampung sekitar 20-an tamu sekaligus, konsep yang lazim ditemui di Negeri Sakura.
Pengunjung bisa langsung menyaksikan proses pembuatan Sukiyaki Don yang mereka pesan. Sukiyaki Don adalah kombinasi dari sukiyaki dan donburi, terdiri dari semangkuk nasi putih yang "ditimpa" dengan lauk pauk dan sayuran.
Meski namanya berbau Jepang, Isshin artinya satu hati, tapi restoran ini asli buatan Indonesia meski rasanya dibuat seotentik mungkin.
Menu yang disajikan tak banyak karena memang sukiyaki don fokus utamanya, namun pengunjung dapat memilih antara US Prime Beef, Wagyu Beef, salmon atau daging ayam.
Sesuai selera, koki akan memasak daging sesuai kematangan yang diinginkan pengunjung, entah itu setengah matang atau betul-betul matang.
Dengan harga rata-rata Rp130.000, konsumen tak cuma mendapatkan semangkuk besar nasi dan daging lezat beserta jamur, tofu dan potongan daun bawang, tetapi juga makanan pembuka berupa sup miso dan chawanmushi (telur kukus dalam mangkuk).
Sebagai pelengkap sukiyaki don, terdapat bayam, kimchi ala Jepang yang lebih manis ketimbang versi Korea, telur onsen setengah matang yang bisa dicampur dengan nasi atau menjadi cocolan daging.
Potongan-potongan daging juga bisa dicocolkan ke dalam mangkuk kecil berisi saus manis tambahan yang dapat dituangkan langsung ke nasi.
Tentu saja selera orang Indonesia yang sebagian tak merasa lengkap tanpa cita rasa pedas juga diakomodasi. Pengunjung dapat menambahkan taburan cabai bubuk, atau potongan cabai pedas yang membuat cita rasa Jepang dalam mangkuk itu berubah jadi sangat Indonesia, namun tak kalah nikmat.
Baca juga: Ngemil opak bergaya Eropa sambil minum wine
Baca juga: Restoran ini sajikan masakan Padang untuk vegan
Baca juga: Hidangan khas Jepang murah meriah Tokyo Belly
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019