• Beranda
  • Berita
  • Revisi UU KPK yang baru - Jokowi tetap ingin KPK berperan sentral

Revisi UU KPK yang baru - Jokowi tetap ingin KPK berperan sentral

13 September 2019 11:43 WIB
Revisi UU KPK yang baru - Jokowi tetap ingin KPK berperan sentral
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko (kiri) dan Mensesneg Pratikno (kanan) menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc/am.

Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi bisa makin efektif. Sekali lagi kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi."

Presiden Joko Widodo mengaku tetap ingin Komisi Pemberantasan Korupsi berperan sentral dalam pemberantasan korupsi meski ada revisi UU KPK No 30 tahun 2002 tentang KPK.

"Saya telah memberikan arahan kepada Menkumham dan MenPANRB agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait subtansi-substansi di revisi UU KPK yang diinisiasi oleh DPR. Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Jumat.

Baca juga: Tiga usulan perubahan UU KPK versi pemerintah

Baca juga: Revisi UU KPK yang baru, Presiden tidak setuju empat usulan

Baca juga: Presiden percayakan Pansel dan DPR atas pimpinan baru KPK


Presiden menyampaikan hal itu didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikono dan Kepala Staf Presiden Moeldoko.

"Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," tambah Presiden.

Presiden menjelaskan bahwa RUU KPK yang sedang berproses di DPR saat ini adalah inisiatif DPR.

"Saya telah mempelajari dan saya mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan dari masyarakat dari para pegiat antikorupsi, para dosen dan para mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemui saya," ungkap Presiden.

Karena itu, ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan RUU KPK maka tugas pemerintah adalah meresponnya, menyiapkan Daftar Isian Masalah (DIM) dan menugaskan menteri untuk mewakili Presiden dalam pembahasan bersama DPR.

"Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi bisa makin efektif. Sekali lagi kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," tegas Presiden.

Rapat paripurna DPR pada 3 September 2019 menyetujui usulan revisi UU yang diusulkan Badan Legislatif (Baleg) DPR yaitu usulan Perubahan atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Presiden lalu menandatangani surat presiden (surpres) revisi UU tersebut pada 11 September 2019 meski ia punya waktu 60 hari untuk mempertimbangkannya.

DPR dan pemerintah lalu mempercepat pembahasan revisi UU KPK no 30/2002 agar dapat selesai pada 23 September 2019. Badan Legislatif (Baleg) DPR menegaskan tidak memerlukan masukan masyarakat maupun KPK dalam pembahasan RUU KPK tersebut.

Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah rapat dengan Menkumham Yasonna H Laoly pada Kamis (12/9) malam dan selanjutnya pembahasan akan dilanjutkan di panitia kerja (panja).

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019