Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengingatkan masyarakat agar segera memeriksakan ke dokter sebelum kesehatannya semakin buruk akibat menghirup asap kebakaran hutan dan lahan.apalagi kalau mulai disertai demam batuk berdahak, dahak kental kekuningan
Ketua Pokja Paru dan Lingkungan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Feni Fitriani Sp.P(K) saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menekankan agar masyarakat bisa memerhatikan kondisi tubuh yang menurun dan segera berobat sebelum bertambah parah.
Dia menerangkan bahwa asap akibat kebakaran hutan dan lahan mengandung berbagai gas berbahaya seperti sulfur dioksida (SO), karbon monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon Permukaan (O3).
Jika seseorang terpapar asap karhutla dalam jangka waktu yang lama, khususnya bila kandungan CO tinggi bisa menyebabkan keracunan dan membuat darah kekurangan oksigen. Ini akan menyebabkan tubuh lemas hingga pingsan.
Baca juga: Masyarakat terdampak asap banyak minum dan makan buah antioksidan
Dokter Feni mengingatkan agar masyarakat mengetahui ciri-ciri kondisi tubuh yang mulai menurun, yaitu mata dan hidung perih serta berair, tenggorokan tidak nyaman, batuk-batuk dan bersin.
"Kalau itu berlanjut terus menerus segera ke fasilitas kesehatan, apalagi kalau mulai disertai demam batuk berdahak, dahak kental kekuningan atau kehijauan itu sudah tanda-tanda infeksi," kata Feni.
Namun untuk kelompok yang lebih rentan seperti masyarakat yang sudah punya penyakit paru, penderita asma, orang-orang yang sesak napas karena dulunya perokok, orang lanjut usia, dan orang berpenyakit jantung akan lebih mudah terpengaruh dengan kondisi udara yang buruk.
Masyarakat di wilayah terdampak asap seperti Pekanbaru dan Dumai Provinsi Riau, baru-baru ini mengalami gangguan kesehatan yang serius. Sejumlah masyarakat bahkan jatuh pingsan akibat menghirup udara yang berpolusi akibat asap kebakaran hutan dan lahan.
Baca juga: Dokter sebut masyarakat terdampak asap perlu shelter
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019